PRABA INSIGHT- Malam itu, hujan turun perlahan, membasahi trotoar kota yang dipenuhi lampu jalan. Arya duduk di sudut kafe, menatap layar laptopnya dengan penuh konsentrasi. Kopinya sudah dingin, tapi pikirannya justru makin panas.
Ada satu dokumen yang menarik perhatiannya—putusan Mahkamah Agung yang mengungkap fakta baru dalam skandal e-KTP. Kali ini, bukan hanya Setya Novanto dan Andi Narogong yang disebut, tetapi juga nama lain yang selama ini jarang terdengar: Tamsil Lindrung.
Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 130/PID.SUS/TPK/2017/PN.JKT.PST, yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, disebutkan bahwa Setya Novanto mengalirkan dana sebesar 500 USD kepada Tamsil Lindrung melalui keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, pada April 2012.
Angka itu bukan main-main. 500 USD—jika dikonversi ke rupiah, nilainya lebih dari Rp8 Milyar. Dengan uang sebanyak itu, bisa membangun jalan tol baru, mensubsidi BBM untuk satu provinsi, atau bahkan mendanai beberapa startup teknologi yang sedang berkembang di Indonesia.
Arya membaca ulang dokumen itu. Sebuah pertanyaan muncul di benaknya: Jika putusan ini sudah jelas, mengapa Tamsil Lindrung belum dipanggil KPK?
Suara dari Aktivis: “Jangan Tebang Pilih!”
Perbincangan tentang kasus ini mulai panas. Abdullah Kelrey, founder Nusa Ina Connection (NIC), angkat suara dan menuntut KPK segera bertindak.
"Kalau Andi Narogong bisa ditangkap, kenapa Tamsil Lindrung tidak? Jangan ada tebang pilih! KPK harus membuktikan bahwa hukum masih berlaku untuk semua orang!" kata Kelrey, Kamis, (20/03) dalam keterangan tertulisnya.
“Jangan sampai hukum cuma tajam ke bawah, tumpul ke atas,” tulis salah satu akun yang disukai ribuan orang.
Di tengah riuhnya diskusi online, Arya semakin penasaran. Jika dana sebesar itu memang mengalir ke Tamsil Lindrung, siapa lagi yang terlibat?
KPK Ditantang Berani Bertindak
Nusa Ina Connection memastikan mereka tak akan berhenti sampai ada kejelasan. Kelrey menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
"Kami kawal sampai titik darah penghabisan! Kalau KPK masih lamban, jangan salahkan rakyat kalau mulai curiga."
Kasus e-KTP sudah lama menjadi momok dalam sejarah korupsi Indonesia. Jika benar ada nama-nama baru yang terlibat, KPK harus berani mengusutnya hingga ke akar.
Di luar, hujan semakin deras. Tapi dalam dunia politik Indonesia, badai baru saja dimulai.
Apakah KPK berani memanggil Tamsil Lindrung? Ataukah kasus ini akan kembali tenggelam tanpa jawaban?
0Komentar