PRABA
INSIGHT.COM - BEKASI -
Andi Wijaya menarik napas panjang. Motor matiknya berhenti di pinggir trotoar dekat Stasiun Bekasi, tempat biasa ia menunggu orderan. Hari ini panasnya luar biasa, tapi ada kabar yang sedikit mendinginkan hati: tahun depan, pengemudi ojol bakal dapat THR.

"Walaupun cuma 20 persen dari rata-rata penghasilan, ya Alhamdulillah," gumamnya, menatap layar ponselnya yang baru saja menampilkan berita soal keputusan Menteri Ketenagakerjaan.

Sebagai ojol full-time, Andi tahu dirinya aman. Syaratnya? Minimal 250 orderan dalam sebulan dan online sembilan jam sehari. "Santai, saya lebih dari itu. Orderan banyak, rating masih 5. Harusnya THR masuk," ujarnya dalam hati.

Dengan pendapatan sekitar empat juta sebulan, ia menghitung-hitung. Mungkin THR-nya sekitar enam ratus sampai delapan ratus ribu. Lumayan buat beli baju lebaran anaknya, atau sekadar nambah-nambah biaya mudik.

Tapi ada yang mengganjal di benaknya.

Dua tahun lalu, ia pernah dengar gosip soal THR untuk ojol, tapi akhirnya cuma jadi angin lalu. Paling mentok, bonus trip dadakan yang kadang malah bikin driver kejar target sampai lupa pulang. Kali ini, janji itu ada dalam Surat Edaran Menteri. Resmi. Hitam di atas putih.

Seorang rekan sesama driver lewat, melambatkan motornya di sebelah Andi. "Bro, udah denger soal THR?" tanyanya sambil melepas helm.

Andi mengangguk. "Udah. Lumayan lah, meskipun cuma 20 persen."

"Kecil banget sih, ya," balas temannya, menghela napas. "Tapi daripada enggak sama sekali..."

Andi tersenyum. "Iya, 20 persen lebih baik daripada nol persen."

Ia meraih ponselnya lagi. Notifikasi masuk. Satu orderan baru. Dengan gerakan cekatan, ia menarik gas. THR masih setahun lagi, tapi orderan yang satu ini? Tak bisa ditunda.