PRABA INSIGHT – JAKARTA – Kalau dengar kata CSR, bayangan kita biasanya sesuatu yang mulia: perusahaan membantu masyarakat, membangun taman, menanam pohon, atau kasih beasiswa. Tapi di Jakarta, kata itu tiba-tiba terasa agak getir. Soalnya, para aktivis dari Jaringan Rakyat Anti-Korupsi (JARAK) justru mencium aroma tak sedap dari dana CSR yang dikelola PT Jakarta Oses Energy (JOE) sebuah BUMD milik Pemprov DKI Jakarta.
Alih-alih jadi alat kebaikan sosial, dana CSR ini, kata mereka, malah diduga jadi “proyek sosial” versi elite lengkap dengan bau amis bagi-bagi keuntungan.
“CSR Itu Bukan Uang Saku Direksi!”
Koordinator JARAK, Lukman Hakim, seperti sudah tak tahan lagi melihat drama ini. Ia bilang, hasil investigasi berbagai media menunjukkan dana CSR PT JOE tidak dikelola dengan transparan.
Lebih parahnya lagi, dana yang seharusnya buat masyarakat malah disinyalir dijadikan alat proyek bagi pihak tertentu.
“Dugaan ini bukan hanya mencoreng nama BUMD, tetapi juga mempermalukan tanggung jawab sosial pemerintah daerah terhadap rakyatnya,” kata Lukman dalam keterangannya, Jumat (17/10/2025).
Dalam pandangan Lukman, BUMD seperti PT JOE itu mestinya jadi instrumen pembangunan sosial, bukan instrumen pembagian proyek.
“Dana CSR bukan uang pribadi direksi atau elite politik, melainkan bentuk tanggung jawab sosial kepada warga Jakarta yang terdampak aktivitas bisnis energi daerah,” tegasnya.
Nah, ini dia yang bikin geregetan: padahal sudah jelas, menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, publik punya hak untuk tahu ke mana uang CSR itu mengalir. Tapi anehnya, kata Lukman, laporan penggunaan dana itu seperti hantu ada, tapi tak kelihatan.
Ia juga mengingatkan soal UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mewajibkan direksi bertanggung jawab atas pengelolaan CSR secara etis dan bermanfaat.
Kalau sampai ada penyimpangan, katanya, itu bisa masuk kategori penyalahgunaan wewenang, bahkan tindak pidana korupsi.
“Dana CSR yang tidak disalurkan kepada masyarakat sasaran berarti merugikan kepentingan publik,” ujarnya dengan nada tegas.
Enam Tuntutan dan Satu Aksi Jalanan
Namanya juga aktivis, kalau cuma ngomel di media sosial rasanya belum afdal. Maka, JARAK pun menyiapkan enam tuntutan resmi untuk PT JOE dan Gubernur DKI Jakarta.
- Buka semua laporan CSR ke publik. Jangan disimpan kayak rahasia dapur. Tunjukkan kegiatan, anggaran, penerima manfaat, dan mitra pelaksana tiga tahun terakhir.
- Segera audit independen. Gubernur diminta memerintahkan audit terhadap seluruh kegiatan CSR PT JOE.
- Auditnya harus di luar sistem. Jangan sampai audit dilakukan orang dalam yang malah main tebak-tebakan data.
- Nonaktifkan direksi. Selama audit berjalan, direksi dan pejabat yang diduga terlibat harus dinonaktifkan. Bukan hukuman, tapi bentuk tanggung jawab moral.
- Gubernur juga harus tanggung jawab. Kalau pengawasan lemah, ya akui dan perbaiki. Rakyat butuh jaminan CSR BUMD tak dijadikan “ATM politik.”
- KPK dan Kejaksaan, tolong tengok. Kalau benar dana CSR diselewengkan, itu bukan lagi pelanggaran administratif. Itu kejahatan sosial.
Dan karena kata-kata saja sering tak cukup, JARAK berencana turun ke jalan pada Senin, 20 Oktober 2025.
Temanya pun cukup menohok: “CSR Bukan Bancakan Elit. Bongkar Dugaan Gelap Dana PT Jakarta Oses Energy.”
Mereka akan berdemo di dua titik kantor pusat PT JOE di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, dan Balai Kota DKI Jakarta. Sekitar 30 aktivis mahasiswa dan pemuda akan ikut turun. Bukan jumlah besar, tapi cukup buat bikin kantor yang didemo jadi tegang.
Seruan dari JARAK: Jangan Main-main dengan Dana Rakyat
Buat Lukman dan rekan-rekannya di JARAK, ini bukan sekadar soal uang. Ini soal moral. Mereka ingin mengingatkan bahwa BUMD harus kembali ke fungsi awalnya: alat pemerataan, bukan alat pembagian kue.
“Kami ingin BUMD seperti PT JOE kembali ke khitahnya menjadi instrumen keadilan sosial, bukan instrumen bagi segelintir elite,” kata Lukman.
Ia menutup pernyataannya dengan nada yang lebih reflektif.
“Transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban.”
Reporter : Andi Ramadhan | Editor: Ivan