Menu

Mode Gelap
Budi Arie Bertemu Jokowi Usai Reshuffle, Ini yang Dibahas Tertutup Selama 1 Jam Pesantren: Warisan Agung dan Tantangan Zaman Kasus Pertamina Patra Niaga: Kuasa Hukum Ingatkan Agar Penegakan Hukum Tak Kriminalisasi Kontrak Bisnis Kapolri Minta Gojek dan Grab Tambah Tombol Darurat: Kalau Ada Kejahatan, Ojol Siap Jadi Avengers Jalanan iPhone Fold: Ketika Apple Akhirnya Melipat Egonya (dan Ponselnya Sekalian) Kutukan Gua Andulan: Rumah Arwah yang Tak Pernah Tidur

Ekonomi

Rugi Miliaran, Gara-Gara Ojol Mogok Sehari: Ekonomi Digital Kena Skak dari Para Driver

badge-check


					Aksi Demonstrasi Ojol 20 Mei 2025 di Patung Kuda, Jakarta Pusat. (Foto:Praba) Perbesar

Aksi Demonstrasi Ojol 20 Mei 2025 di Patung Kuda, Jakarta Pusat. (Foto:Praba)

PRABA INSIGHT- Ternyata, kalau ribuan driver ojek online (ojol) kompak mogok satu hari saja, ekonomi digital kita bisa langsung kering kerontang.

Bukan hoaks. Berdasarkan riset dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), aksi off bid nasional para ojol pada 20 Mei 2025 itu bikin potensi kerugian tembus Rp188 miliar.

Sekali lagi: Rp188 miliar. Itu baru sehari. Belum seminggu. Belum sebulan.

Bayangkan kalau mereka mogok terus, mungkin aplikatornya yang bakal off bid selamanya.

Off Bid: Aksi Diam yang Bikin Dompet Nangis

IDEAS mencatat, transaksi harian di sektor ride hailing biasanya nyentuh angka Rp375,89 miliar. Ketika para driver memutuskan angkat kaki dari aplikasi selama 24 jam, setengah dari uang itu sekitar Rp188 miliar ikut menguap.

“Dan itu baru dampak langsung. Belum termasuk kerugian di sektor lain,” kata Peneliti IDEAS, Muhammad Anwar.

Artinya, satu hari tanpa ojol bisa bikin banyak orang kelimpungan. Bahkan dompet negara pun ikut deg-degan.

Empat Sektor yang Ketar-Ketir

Menurut Anwar, ada empat sektor yang kena getahnya dari aksi damai nan mematikan ini.

Pertama, tentu saja UMKM kuliner yang hidup dari pesanan GoFood dan GrabFood.

Warung makan, kedai pecel lele, sampai resto kekinian mendadak sepi order.

Kalau biasanya rame kayak antre BTS Meal, sekarang malah kayak buka puasa di bulan Safar.

Kedua, masyarakat urban yang biasanya ngandelin ojol buat berangkat kerja atau kuliah.

Tanpa ojol, banyak yang harus bangun lebih pagi dan berdesakan naik angkot. Trauma masa kecil nunggu metro mini bisa muncul lagi.

Ketiga, pengusaha logistik kecil, terutama yang biasa kirim dokumen atau barang lewat GoSend dan GrabExpress. Paket enggak jalan, toko online pun ikut macet.

Keempat, dan ini yang paling berbahaya buat jangka panjang: reputasi perusahaan platform ikut goyang.

Kalau para driver udah enggak percaya dan merasa dieksploitasi, bisa-bisa mereka cari rejeki ke platform lain atau bikin sendiri.

Kerja Kayak Karyawan, Perlindungan Ala Freelancer

Demo nasional ini bukan semata soal duit. Tapi tentang kesenjangan relasi kuasa antara perusahaan aplikator dengan para pengemudi.

Anwar menilai para driver ojol dipaksa kerja layaknya pegawai tetap dengan target, sanksi, dan jam kerja panjang tapi tak diberi status formal apalagi jaminan sosial.

“Tanpa regulasi yang adil, digitalisasi hanya jadi bungkus baru dari eksploitasi gaya lama,” ujarnya.

Duit Triliunan, Tapi yang Nganggur Driver

IDEAS juga mengungkap angka fantastis lain: total Gross Transaction Value (GTV) dari semua aplikator ride hailing di Indonesia mencapai Rp135,32 triliun per tahun.

Gojek: Rp63,04 triliun

Grab: Rp58,75 triliun

Aplikator lainnya: Rp13,53 triliun

Artinya, duitnya ada. Banyak. Tapi tetap saja, para pengemudi masih berjuang untuk sekadar minta potongan komisi yang lebih manusiawi.

Janji Pemerintah: Ditampung Dulu, Diselesaikan Entar

Di Jakarta, perwakilan para driver akhirnya diterima oleh Dirjen Perhubungan Darat, Aan Suhanan. Tapi hasilnya? Yah, seperti biasa: “Akan ditindaklanjuti.”

Salah satu tuntutan utama adalah agar potongan komisi aplikasi dibatasi maksimal 10 persen. Tapi belum ada keputusan resmi. Masih proses, katanya.

Jadi, sementara para aplikator sibuk hitung kerugian, dan pemerintah sibuk menyusun wacana, para driver ojol tetap jadi tulang punggung yang belum tahu kapan bisa berdiri tegak.

 

Penulis : Andi Ramadhan 

Baca Lainnya

Bukan Cinta yang Abadi, tapi Utang Kereta Cepat Luhut Pastikan Tenornya 60 Tahun!

22 Oktober 2025 - 10:37 WIB

Dedi Mulyadi Mau Cek ke BI Soal Dana Rp 4,17 Triliun: “Kalau Benar, Saya Pecat Semua Pejabat Saya!”

22 Oktober 2025 - 10:09 WIB

Menkeu Purbaya Soroti Jual-Beli Jabatan di Bekasi: Reformasi Tata Kelola Daerah Belum Selesai

21 Oktober 2025 - 09:29 WIB

Menkeu Purbaya Buka Peluang Turunkan PPN 11 Persen, Tapi Pemerintah Nggak Mau Gegabah

15 Oktober 2025 - 06:53 WIB

Dari Walet ke Devisa: Ketika Barantin Ikut Bikin Indonesia Naik Kelas di Pasar Dunia

14 Oktober 2025 - 18:02 WIB

Trending di Ekonomi