PRABA INSIGHT – Sebut saja nama Umar Patek atau kalau mau keren, “Umar Arab” pasti langsung muncul bayangan sosok paling dicari di Asia Tenggara pada era 2000-an.
Sosok yang bikin nyali ciut dan nama yang selalu muncul kala pembicaraan soal terorisme Indonesia dibahas.
Tapi, siapa sangka, pria yang dulu dikenal sebagai “Raja Bom Bali” kini justru sibuk meramu kopi di Surabaya.
Mari kita mundur sedikit. Tahun 2002, Bom Bali meledak, mengguncang dunia dengan korban ratusan jiwa.
Umar Patek, kelahiran Pemalang 1966, jadi salah satu otak lapangan serangan maut itu.
Dengan sederet alias mulai dari Pak Patek sampai Ja’far, dia jadi buronan internasional yang dicari Amerika Serikat, Australia, Filipina, dan tentu saja Indonesia.
Saking pentingnya posisi dia, Amerika sampai berani kasih hadiah info US$1 juta! Bayangin, setara Rp16 miliar buat satu nama.
Saingan beratnya? Dulmatin, bos perakit bom Jemaah Islamiyah, yang “harganya” malah sepuluh kali lipat.
Tapi nasib berkata lain. Setelah bertahun-tahun menghilang, Umar Patek ditangkap di Abbotabad, Pakistan lokasi yang sama dengan kematian Osama bin Laden pada awal 2011.
Dia lalu diekstradisi ke tanah air dan dihukum 20 tahun penjara atas keterlibatannya dalam Bom Bali dan bom Natal.
Namun kisahnya tak berhenti di balik jeruji. Pada 2015, dalam momen Hari Kebangkitan Nasional, dia bahkan mengucap ikrar setia pada NKRI di depan para pejabat dan napi lain.
Sebuah langkah yang bikin banyak orang bertanya, “Beneran nih, si ‘Raja Bom Bali’ berubah?”
Fast forward ke Desember 2022, Umar Patek bebas dan mulai hidup sebagai “klien pemasyarakatan”.
Tapi bukan hanya itu, yang bikin heboh, dia kini punya usaha kopi bernama Ramu Kopi nama yang “dibalik” jadi Umar. Lucu? Kreatif? Iya banget.
Dalam acara soft launching Ramu Kopi, hadir pula Komjen Marthinus Hukom, Kepala BNN yang dulunya memimpin Densus 88 dan mengejar Umar Patek.
Bayangin, dua sosok yang dulu musuh bebuyutan ini kini bersalaman, bahkan saling peluk. Sungguh sebuah ending yang tak terduga.
Umar pun dengan santai bilang, “Dulu saya meramu bom, sekarang meramu kopi.”
Kisah Umar Patek ini seperti novel dengan plot twist tak terduga. Dari dalang teror yang menebar ketakutan, berubah menjadi peracik kopi yang harapannya bisa meracik damai.
Tapi, tentu saja, di balik semua itu, masih ada tanda tanya besar soal penebusan dan perubahan sejati.
Apakah Umar Patek benar-benar sudah “bebas” dari masa lalu kelamnya? Atau ini sekadar babak baru dalam cerita panjang hidupnya yang penuh liku?
Yang jelas, kisahnya mengingatkan kita: dalam dunia yang penuh bayang-bayang hitam, ada secercah harapan yang bisa muncul dari tempat paling tak terduga sekalipun secangkir kopi hangat dari tangan mantan teroris.
Penulis : Deny Darmono| Editor: Ivan