PRABA INSIGHT – Jakarta – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) lagi-lagi bikin headline. Kali ini mereka menuntut Presiden Prabowo Subianto segera mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Terdengar heroik, tapi menurut Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, seruan itu lebih kental aroma emosi ketimbang argumentasi.
“Tuntutan BEM UI yang hanya berangkat dari asumsi moralitas tanpa pijakan regulasi berpotensi menjadi agitasi politik belaka,” ujar Haidar, Rabu (10/9/2025).
Kritik Pertama: Mana Dasar Hukumnya?
Haidar menilai, mencopot Kapolri itu tidak semudah “main tebak-tebakan siapa lebih layak.” Harus ada dasar hukum, pelanggaran etik, atau bukti penyalahgunaan wewenang. Sampai hari ini, belum ada keputusan resmi dari Kompolnas atau pengawas internal yang menyatakan Kapolri bersalah. Jadi, dari mana urgensinya?
Kritik Kedua: Kompetensi Itu Bukan Rasa-rasa
BEM UI menyebut Kapolri harus diganti dengan orang yang lebih “kompeten dan punya rasa kemanusiaan.” Menurut Haidar, ini retoris sekaligus meremehkan. Kompetensi di kepolisian tidak bisa diukur dengan selera subjektif sekelompok mahasiswa. Ada indikator kinerja, mekanisme evaluasi internal, dan standar hukum yang berlaku.
“Mengedepankan jargon kemanusiaan tanpa menawarkan parameter tujuan hanya menampilkan bahwa tuntutan tersebut minim substansi,” jelasnya.
Kritik Ketiga: Polisi Itu Netral, Bukan Populis
Tuntutan agar Kapolda yang “tidak berpihak pada rakyat” dicopot, juga disebut problematis. Polisi, kata Haidar, bukan lembaga populis. Mereka berdiri di atas hukum dan konstitusi, bukan sekadar ikut-ikutan suara demonstran.
“Jika ukuran berpihak pada rakyat hanya dimaknai sebagai mengikuti kehendak demonstran, maka hukum akan kehilangan kepastian dan digantikan oleh mobokrasi,” tegas Haidar.
Kritik Keempat: Reformasi Total Itu Bukan Ganti Figur
BEM UI juga menyerukan “reformasi total Polri.” Haidar mengingatkan, reformasi kepolisian memang penting, tapi itu proses panjang—bukan sulap ganti Kapolri lalu semua beres. Tanpa strategi sistemik, reformasi hanya jadi kosmetik politik.
“Reformasi Polri sudah diatur dalam berbagai peraturan resmi, sehingga yang dibutuhkan adalah implementasi pengawalan, bukan sekadar retorika mahasiswa di jalanan,” tambahnya.
Mahasiswa Harusnya Lebih Konstruktif
Menurut Haidar, seruan BEM UI lebih terdengar seperti propaganda politik daripada kajian akademis yang matang. Kalau benar-benar mau mendorong reformasi, mahasiswa bisa lewat jalur riset, advokasi kebijakan, atau kolaborasi dengan lembaga pengawas resmi.
“Dengan begitu, suara mahasiswa tidak sekadar menjadi teriakan sesaat, melainkan bisa memberi kontribusi nyata bagi demokrasi dan supremasi hukum,” pungkasnya. ( van)