PRABA INSIGHT- Indonesia belum butuh season baru sinetron politik, tapi kehidupan nyata memang tak mau kalah dramatis. Kali ini, panggungnya dihiasi duel panas antara Hercules Rosario Marshal pentolan ormas GRIB Jaya dengan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mantan Panglima TNI yang kini lebih sering turun ke medan opini publik.
Awalnya sederhana. Sutiyoso, eks Gubernur DKI dan jenderal Kopassus kawakan, mengomentari soal ormas yang bajunya mirip tentara.
Mungkin maksudnya edukatif. Tapi Hercules, yang ormasnya memang dikenal gagah berseragam, langsung tersulut dan membalas dengan kalimat yang bikin bulu kuduk para jenderal berdiri: “bau tanah.”
Ucapan itu seperti tombol “nuke” yang memanggil Gatot Nurmantyo dari ruang refleksi pensiun. Gatot naik pitam.
Ia membela Sutiyoso dengan semangat tempur, menyebut Hercules preman berkedok ormas, bahkan menyinggung insiden pembakaran mobil polisi di Depok yang diduga melibatkan anak buah Hercules. “Ini premanisme, ini bahaya bagi negara,” tegasnya, seperti sedang briefing pasukan.
Tapi Hercules bukan tipe orang yang diam kalau dicolek. Ia langsung membalas, keras. “Saya minta maaf pada Pak Sutiyoso,” katanya, dengan gaya drama Korea episode terakhir.
Tapi ke Gatot? Wah, narasinya beda total. “Saya tidak takut sama Anda, saya tidak menghargai Anda,” kata Hercules, seperti mengirim surat perang terbuka.
Hercules tampak heran, kenapa Gatot begitu emosional padahal namanya nggak pernah disebut dari awal.
“Kok kayak kebakaran jenggot gitu sih?” sindirnya. Ia bahkan merasa dicap semena-mena, padahal ia, katanya, sedang giat-giatnya memperbaiki diri. Ngasih makan anak yatim, bolak-balik Tanah Suci, dan semua aktivitas suci lainnya.
Soal kejadian Depok, Hercules mengaku sudah telepon Kapolda. “Tangkap semua, tembak kakinya kalau perlu,” katanya kalimat yang kalau keluar dari orang biasa mungkin langsung di-cek psikologis. Tapi kalau Hercules? Ya… dianggap warna lokal.
Gatot sendiri tampaknya masih geram, terutama karena merasa para pensiunan jenderal seperti dirinya dan Prabowo terseret hinaan “bau tanah”. “Kami ini mantan Kopassus,” serunya, seolah kehormatan para jenderal senior bisa rontok hanya gara-gara satu kalimat dari eks preman Tanah Abang.
Lucunya, Hercules masih sempat kasih saran bijak: “Kalau bisa saling memaafkan, ya kita memaafkan.” Tapi tetap saja, narasi tantangan dan sindiran keras sudah telanjur menyebar seperti api di Twitter (atau sekarang: X).
Pertanyaannya: ini pertarungan ego atau pertarungan narasi siapa paling patriotik? Sebab, ketika ormas bicara soal cinta Tanah Air dan jenderal bicara soal premanisme, publik malah bingung: siapa sebenarnya yang lebih banyak berkontribusi menjaga negara—orang berseragam, orang bersuara, atau orang yang sibuk cari panggung?
Yang jelas, satu hal yang bisa dipastikan: Indonesia tak pernah kekurangan drama, bahkan di luar panggung sinetron.
Penulis : Stefanie Lengka