PRABA INSIGHT- Warga Jakarta, bersiaplah: jalanan Ibu Kota bakal makin eksklusif. Bukan karena jadi lebih mulus, tapi karena beberapa ruasnya sebentar lagi bisa berubah jadi jalan premium—alias jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP).
Kebijakan ini digadang-gadang sebagai solusi sakti untuk menanggulangi macet. Tapi seperti biasa, yang paling duluan panik bukan para pemilik mobil mewah, melainkan driver ojek online (ojol) dan taksi online yang saban hari harus keluar-masuk jalanan macet buat cari sesuap nasi dan segenggam bintang lima.
Menurut Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, duit dari ERP bakal disulap jadi subsidi transportasi umum. Kedengarannya mulia. Tapi sayangnya, itu artinya para ojol harus ikut nombok buat subsidi layanan yang (kadang) malah jadi saingan mereka sendiri.
Wajar kalau asosiasi ojol langsung pasang badan. Kalau tiap hari harus bayar ERP, sementara tarif ojol enggak ikut naik, yang ada cuma dua pilihan: nombok terus atau banting setir jadi kurir COD.
Nah, di tengah kebingungan itu, muncul suara dari seorang pakar transportasi yang layak disimak. Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), punya ide yang terdengar agak ajaib, “Kenapa nggak ojol dan taksi online pakai pelat kuning saja?”
Lho, seriusan?
Menurut Djoko, kendaraan dengan pelat kuning bisa bebas ERP karena dianggap angkutan umum resmi. Bahkan ia mencontohkan Kota Agats, Papua Selatan, yang sudah duluan mengesahkan ojol pakai pelat kuning. Di sana, ojek bukan cuma cari penumpang, tapi juga punya status negara.
Kalau DKI Jakarta mau niru, ya sekalian bikin aplikasi ride-hailing sendiri. Djoko menyarankan sistem pemotongan 10 persen—lebih murah dari aplikasi sebelah yang potongannya bisa bikin driver istighfar setiap tanggal tua.
Tapi ya tentu saja, pelat kuning bukan cuma soal ganti plat doang. Harus ada uji KIR, inspeksi kendaraan, dan sederet syarat administratif yang bisa bikin kepala pusing. Tapi kalau itu bisa bikin driver bebas ERP, mungkin worth it juga.
Yang jelas, kalau Jakarta serius mau bikin jalan berbayar, jangan lupa pikirkan juga nasib orang-orang yang hidupnya benar-benar “di jalan.” Jangan sampai ERP justru jadi singkatan dari Ente Rugi Permanen.