PRABA INSIGHT- Di saat rakyat jelata ngimpi liburan ke Bali tapi dompet berkata lain, di tempat yang sama, ada kabar bikin kening mengernyit: tentara Israel iya, IDF alias Israel Defence Force disebut-sebut punya bisnis dan bangun vila di Bali.
Ini bukan plot film spionase. Ini Indonesia 2025.
Unggahan dari akun X (Twitter, kalau kamu masih old-school) bernama @erlanishere jadi bahan gunjingan warganet setelah dia memposting foto seorang berseragam IDF dengan caption tegas dan pedas:
“Bisa-bisanya tentara IDF bikin bisnis dan bangun villa di Bali. Kami menentang keras kehadiran Zionis di Indonesia, apalagi ini memiliki bisnis! Tidak bisa dibiarkan begitu saja!”
Komentar pun mengalir deras, mulai dari yang nasionalis, kritis, sampai yang skeptis dan skeptis sambil ngemil kuaci.
Tapi di balik kegaduhan soal tentara Israel itu, ada satu realita yang lebih menohok: fenomena bule punya vila dan bisnis di Bali itu bukan berita baru. Bahkan, kalau ada lomba “siapa paling banyak punya vila tanpa nama sendiri,” WNA bisa podium tiap tahun.
Selamat Datang di Republik Nominee
Kalau kamu orang lokal yang beli tanah pakai keringat dan cicilan 20 tahun, mungkin kamu bakal terenyuh dengar kenyataan ini: banyak vila di Bali yang legalitasnya pakai nama orang Indonesia, tapi duitnya ya duit bule.
Skemanya disebut nominee alias “pinjam nama.”
Yang punya duit: WNA.
Yang punya nama di dokumen: warga lokal.
Yang disuruh maju kalau ada masalah hukum atau pajak: ya si pemilik nama.
Dedek Warjana, Penasihat PRM Bali, dengan tegas menyebut bahwa ini semua adalah buah dari ketidaktegasan pemerintah dalam menertibkan para WNA yang makin hari makin lihai menyusup ke ranah bisnis lokal.
“Ini mengakibatkan kerugian di sisi pengusaha lokal, dan berkurangnya pendapatan pajak pemerintah itu sendiri,” ujar Dedek.
“Satu-satunya jalan adalah law enforcement yang tegas. Kami sangat berharap pemerintah jangan cuma pasang spanduk ‘Welcome to Bali’, tapi juga ‘No Free Ride Here’.”
Dedek juga mengingatkan warga lokal agar tak mudah tergiur jadi nominee. Soalnya, kalau nanti vila-nya bermasalah, pajaknya belum dibayar, atau bangunannya nyenggol tanah tetangga yang dikejar-kejar ya kamu, bukan bule yang transfer dolar.
Bule Bisa Bikin Vila? Bisa Banget. Tapi Ada Caranya.
Buat yang belum tahu, WNA tidak bisa punya properti dengan status Hak Milik di Indonesia. Tapi mereka bisa punya vila lewat dua skema:
1. Hak Sewa (Leasehold)
WNA boleh menyewa tanah untuk jangka waktu 20 tahun, bisa diperpanjang 20 tahun lagi. Sepanjang ada kontrak legal, dia bisa bangun vila, tinggal di situ, bahkan disewakan lagi.
2. Hak Guna Bangunan lewat PT PMA
Kalau si bule punya perusahaan asing yang terdaftar resmi di Indonesia (PT Penanaman Modal Asing), maka vila bisa dibangun dan dikelola atas nama perusahaan. Bukan atas nama pribadinya.
Cerdas? Ya. Legal? Ya.
Tapi ini jadi lubang besar buat praktik nakal pakai nama orang lokal.
Masalah Izin Lingkungan? Ah, Formalitas yang Bisa Dinegosiasikan
Kalau kamu kira bikin vila harus lewat proses panjang dan njelimet ya, memang begitu aturan idealnya.
Harus ada izin dari Dinas Lingkungan Hidup, tergantung dampak proyek:
AMDAL: Kalau proyeknya gede dan berpotensi merusak ekosistem.
UKL/UPL: Kalau skalanya sedang.
SPPL: Kalau proyeknya dianggap kecil.
Tapi mari jujur, berapa banyak yang benar-benar dicek? Apalagi kalau duitnya deras dan kliennya kebule-bulean.
Akhirnya, Kita Cuma Jadi Penonton di Tanah Sendiri
Isu tentara Israel bangun vila mungkin jadi pemantik emosi nasionalisme sesaat. Tapi jangan sampai lupa: yang bangun vila dan bisnis di Bali pakai nama orang lokal bukan cuma satu-dua orang. Bule-bule dari berbagai belahan dunia udah lama menguasai sektor pariwisata kita—dari restoran, hotel, sampai studio yoga spiritual palsu.
Dan selama negara masih setengah hati menegakkan hukum, warga lokal hanya akan terus jadi nama di atas kertas. Vila-nya mewah, sunset-nya indah, tapi surat tanahnya? Di atas nama Pak Made yang nggak pernah ngetik kontraknya sendiri.
Penulis : Alma Khairunnisa | Editor : Ivan