PRABA INSIGHT – JAKARTA – Ada yang bilang, jika uang bisa berbicara, mungkin Rp 84 miliar itu lagi ribut soal siapa yang pegang. Nah, kemarin, sekitar seratus perantau dari Himpunan Anak Perantau Bersatu Sumatera Selatan (HANTU Sumsel) datang ke Jakarta, tepatnya di depan Kantor Kejaksaan Agung RI. Tujuannya? Menyuarakan dugaan fee proyek pendidikan di Palembang yang katanya sampai belasan miliar rupiah.
Koordinator aksi, Charlie Antoni, berbicara dengan tegas (dan sedikit garang, kalau boleh dibilang): “Dugaan penyalahgunaan anggaran ini berdampak pada ribuan siswa di Palembang, jadi proses hukum harus jalan sekarang juga.” Kata-kata itu sambil melototin spanduk yang dibawa massa.
Charlie menambahkan, bukti dugaan fee yang melibatkan Walikota Palembang, Ratu Dewa, sudah siap diserahkan ke aparat hukum. “Kalau tidak direspons, kami bakal balik lagi dengan massa lebih besar,” ancamnya sambil menunjuk ke arah jalan.
Selain itu, Charlie nggak lupa menyinggung janji Walikota Palembang yang sampai hari ini masih sekadar janji. “Baju seragam dan perlengkapan sekolah anak-anak? Masih jauh dari realisasi,” katanya. Pesan ini jelas: perantau kecewa, anak-anak Palembang juga kena imbas.
Sepanjang aksi, peserta membentangkan spanduk dengan tulisan-tulisan yang nggak kalah tajam dari orasinya. Dan tenang, aksi ini tetap damai, tertib, dan nggak bikin macet di sekitar Kantor Kejaksaan Agung—meski suara teriakan tuntutan cukup keras untuk didengar sampai Jakarta pusat.
Charlie berharap aksi ini bikin publik terbangun dari tidur siangnya, karena dugaan korupsi pendidikan di Palembang ini serius. Kalau benar, ribuan siswa SD dan SMP bisa jadi korban, dan kualitas pendidikan tentu bakal ambles.
HANTU Sumsel menekankan, aksi ini bukan soal sensasi atau mencari spotlight. Ini soal kepedulian perantau untuk daerah asal, dan dorongan supaya anggaran publik dikelola dengan transparan dan akuntabel.(Van)