PRABA INSIGHT– Bandung, kota yang dikenal dengan suasana romantis dan kulinernya yang menggoda, kini sedang menyimpan aroma skandal yang bikin mual.
Bukan soal artis dadakan atau kontroversi politik lokal, tapi ini soal profesi yang seharusnya jadi penjaga nyawa: dokter. Seorang dokter muda peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi dari Universitas Padjadjaran diduga memperkosa anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).
Namanya Priguna Anugerah Pratama. Umurnya baru 31 tahun. Harusnya ini fase menata karier dan menabung pahala.
Tapi justru dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Barat atas dugaan pemerkosaan. Yang bikin makin miris, korbannya adalah perempuan muda berusia 21 tahun—yang saat itu sedang menjaga orang tuanya yang dirawat.
Malam Sunyi di RSHS yang Berujung Horor
Kejadiannya berlangsung tengah malam, sekitar pukul 01.00 WIB di lantai tujuh RSHS. Sang dokter datang menghampiri korban dengan alasan mulia: mau ambil sampel darah demi kepentingan medis. Tapi niatnya ternyata tidak semulia jas putih yang dikenakannya.
Korban dibawa ke kamar perawatan sendirian. Di sana, ia diminta berganti pakaian, ditusuk jarum berkali-kali, lalu dipasangi infus. Tak lama setelah cairan bening dialirkan lewat selang, korban mengaku mulai pusing dan akhirnya tak sadarkan diri.
Beberapa jam kemudian, ia terbangun dalam keadaan berpakaian rapi—tapi dengan ingatan yang buram.
Dokter Priguna mengantarkannya ke IGD, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Plot twist-nya? Korban curiga, melapor, dan akhirnya kasus ini mencuat ke publik.
Hukum Bergerak, Jas Putih Tak Jadi Perisai
Polda Jawa Barat tidak menunggu lama. Dokter muda ini langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Ia dijerat dengan pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukumannya? 12 tahun penjara dan denda hingga ratusan juta rupiah. Lumayan untuk menutup praktik ilegal—kalau benar terbukti.
Universitas Padjadjaran pun tak tinggal diam. Mereka langsung memutus hubungan pendidikan dengan Priguna. Fakultas Kedokteran Unpad menyatakan siap mengawal proses hukum dan memberikan pendampingan pada korban.
RSHS pun turut aktif. Bukan hanya memberikan ruang bagi korban untuk menyuarakan keadilan, tapi juga menjamin bahwa insiden ini tak akan menjadi noda yang dibiarkan menempel.
Kemenkes Ikut Angkat Suara, Dunia Medis Harus Lebih Waras
Kementerian Kesehatan, melalui Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Azhar Jaya, memberikan sanksi administratif yang tidak main-main.
Priguna dilarang melanjutkan program spesialisnya dan dipulangkan ke kampus. Ya, bukan cuma gagal jadi spesialis, tapi juga gagal menjaga etika paling dasar dalam profesi medis: tidak menyakiti, apalagi melecehkan.
Kasus ini menambah daftar panjang problem etika di dunia pendidikan kedokteran. Sebelumnya, RSHS juga sempat terseret isu perundungan terhadap residen dokter.
Dari data Kemenkes, tercatat ada lebih dari 500 kasus serupa di lingkungan pendidikan dokter spesialis. Kalau ini dibiarkan, bisa-bisa rumah sakit berubah jadi rumah siksa.
Kita Butuh Dokter, Tapi yang Manusia
Kasus ini jadi tamparan keras. Bukan hanya untuk lembaga pendidikan dan rumah sakit, tapi juga bagi kita semua. Jangan sampai jas putih jadi jubah kebal hukum. Profesi mulia ini harus dijaga integritasnya, bukan hanya di buku kode etik, tapi juga dalam tindakan nyata.
Karena pada akhirnya, kita semua ingin satu hal sederhana saat datang ke rumah sakit: sembuh. Bukan malah jadi korban.