Menu

Mode Gelap
QRS Travel Ungkap Dirugikan Rp1,2 Miliar oleh PB HMI, Sebut Tak Ada Itikad Baik “Fakta Kelam di Balik Hari Anak Nasional: 15 Ribu Anak Jadi Korban Kekerasan Sepanjang 2025” “Main Bola Disorot, Main Cinta Dihina, Hokky Caraka Ngamuk, Netizen Kena Somasi!” Fenomena Guru PPPK Menggugat Cerai Suami Usai Diangkat: Benarkah Karena Gaji? Pengangguran Turun dan Investasi Naik, Ini Klaim Prabowo di Kongres PSI Guru Honorer Ini Harus Bayar Rp12,5 Juta, Ternyata Orang Tua Murid Caleg Gagal

News

Aplikator dipanggil Kemenaker Buntut BHR Seharga Cilok

badge-check


					Foto ilustrasi (AI) Perbesar

Foto ilustrasi (AI)

PRABA INSIGHT- Di tengah jalanan kota yang penuh klakson dan deru knalpot, para driver ojol kembali dihantam kenyataan yang pahitnya kayak kopi sachet tanpa gula: Bonus Hari Raya (BHR) sebagian besar mereka tahun ini cuma Rp50 ribu.

Iya, beneran. Lima puluh ribu. Kalau mau boros dikit, bisa langsung habis buat beli cilok sama es teh manis.

Nah, karena kegaduhan ini mulai bikin telinga panas, Kemnaker (Kementerian Ketenagakerjaan) akhirnya turun tangan.

Bukan dengan demo dadakan, tapi lewat jalur elegan: memanggil para bos aplikator. Mulai dari Gojek, Grab, sampe yang logonya masih susah dibedakan dari aplikasi pinjol.

Bonus atau Basa-Basi?

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer atau lebih akrab dipanggil Noel dengan gaya khas santainya bilang bahwa soal BHR ini nggak bisa cuma diseret ke status “mitra” atau “bukan karyawan tetap”.

Walaupun hubungan kerja driver sama aplikator sifatnya kayak teman tapi mesra (alias kemitraan), tapi bukan berarti bisa semena-mena soal hak.

“Jangan mentang-mentang statusnya freelance, jadi haknya ikut-ikutan fleksibel juga,” kata beliau. Dan kita semua tahu, fleksibel itu kadang cuma alasan buat nggak ngasih jaminan apa-apa, kayak hubungan sama mantan mu dulu..cieee..HTS.

Aplikator Dipanggil, Suasana Mulai Gerah

Panggilan Kemnaker ini bukan sekadar basa-basi. Ini bentuk serius bahwa negara (akhirnya) ikut nimbrung dalam drama ojol dan BHR-nya.

Tujuannya jelas: cari formula BHR yang manusiawi. Biar para driver yang tiap hari ngebut di jalanan, nyalip angin dengan kecepatan cahaya nggak cuma dapat bonus setipis saldo akhir bulan.

Kemnaker maunya ada perubahan. Bukan cuma angka BHR-nya yang naik, tapi juga cara pandang terhadap prinsip kerja-kerja digital.

Ojol itu bukan cuma “orang yang antar pesanan,” tapi tulang punggung ekonomi harian sebagian orang.

Akhir Cerita atau Babak Baru?

Pertanyaannya sekarang: akankah ini jadi awal dari perubahan sistemik, atau sekadar gimik manis yang nasibnya kayak notifikasi flash sale sebentar lalu hilang? Netizen udah ramai, driver udah curhat di mana-mana, dan publik menanti apakah negara benar-benar berpihak.

Harapan di Balik Helm dan Debu Jalan

Satu hal yang pasti, meskipun sering disuguhi janji dan wacana, para driver tetap berharap.

Bukan cuma soal BHR yang layak, tapi juga pengakuan bahwa kerja keras mereka pantas dihargai lebih dari sekadar promo aplikasi.

Karena masa depan kerja digital nggak cuma soal algoritma dan promo, tapi juga tentang manusia di balik setir motor yang tiap hari jadi pahlawan bagi perut orang lain.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

QRS Travel Ungkap Dirugikan Rp1,2 Miliar oleh PB HMI, Sebut Tak Ada Itikad Baik

28 Juli 2025 - 07:37 WIB

“Fakta Kelam di Balik Hari Anak Nasional: 15 Ribu Anak Jadi Korban Kekerasan Sepanjang 2025”

23 Juli 2025 - 02:15 WIB

Pengangguran Turun dan Investasi Naik, Ini Klaim Prabowo di Kongres PSI

22 Juli 2025 - 11:11 WIB

Investigasi, Pesta Pernikahan Anak KDM Berujung Duka: Tiga Tewas, Polisi Selidiki Unsur Kelalaian

19 Juli 2025 - 04:57 WIB

Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun, Saut Menangis, Anies Terdiam

18 Juli 2025 - 14:22 WIB

Trending di News