PRABA INSIGHT- JAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat Kesatuan Angkatan Muda Sriwijaya (DPP KAMSRI) menilai kisruh yang belakangan terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bukan sekadar konflik politik biasa. Organisasi ini menegaskan, keributan di Senayan harus dijadikan momentum untuk melakukan reformasi menyeluruh terhadap lembaga legislatif.
Ketua Umum DPP KAMSRI, Aldhi Setyawan Pratama, S.H., M.H., menuturkan kepercayaan publik terhadap DPR kini berada pada titik krusial.
“Kisruh di DPR jangan dianggap sekadar konflik politik, melainkan alarm besar untuk melakukan pembenahan. Jika tidak, rakyat yang akan menanggung akibatnya,” kata Aldhi dalam keterangan di Jakarta, Minggu, 7 September 2025.
Lima Poin Reformasi KAMSRI
Dalam pertemuan dengan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga Pembina KAMSRI, organisasi ini mengusulkan lima poin utama reformasi:
- Evaluasi anggaran legislatif dari pusat hingga daerah dengan prinsip transparansi.
- Penerapan langkah konkret, bukan hanya jargon politik.
- Pembatasan kewenangan DPR, termasuk melalui amandemen UUD 1945 jika diperlukan.
- Penguatan komunikasi elite politik lintas sektor.
- Menjadikan kisruh DPR sebagai momentum perbaikan sistem politik nasional.
Jimly: Perlu Evaluasi Fundamental
Sejalan dengan KAMSRI, Jimly menekankan perlunya evaluasi fundamental terhadap lembaga legislatif. Menurutnya, DPR harus kembali menegaskan fungsi representasi rakyat, bukan sekadar arena tarik-menarik kepentingan politik.
“Evaluasi harus dilakukan dari perencanaan hingga penggunaan anggaran agar DPR benar-benar akuntabel. Fungsi politiknya juga harus ditinjau kembali, apakah masih sesuai dengan mandat rakyat atau tidak,” ujar Jimly.
Ia juga menyoroti pentingnya penataan ulang mekanisme penyaluran aspirasi melalui partai politik hingga pemilu. “Reformasi DPR harus ditinjau secara serius, dan partai politik bersama lembaga legislatif di semua tingkatan perlu rekonsolidasi untuk memperkuat demokrasi bangsa,” katanya.
Delapan Tuntutan Kebangsaan
Selain lima poin reformasi, KAMSRI juga meluncurkan AstaCita atau delapan tuntutan kebangsaan. Poin-poin ini mencakup agenda besar, mulai dari reformasi demokrasi, pembenahan tata kelola legislatif, hingga transparansi penyelenggaraan ibadah haji.
Aldhi menegaskan, pihaknya berkomitmen mendorong perubahan fundamental.
“Pertemuan dengan Prof. Jimly memperkuat langkah KAMSRI. Kami ingin perubahan yang fundamental, bukan sekadar kosmetik politik,” ujarnya.(van)