PRABA INSIGHT – Di tengah serbuan pengobatan modern yang kian canggih, gurah tetap berdiri tegak sebagai salah satu pengobatan tradisional yang digandrungi banyak orang, terutama yang merasa rongga pernapasannya “terkotori oleh dosa lendir.”
Tapi, sebagaimana banyak hal yang terasa nikmat, gurah ternyata menyimpan potensi efek samping yang tak main-main.
Nah, sebelum kamu memutuskan untuk “dibersihkan” lewat metode gurah, ada baiknya kamu tahu sejarahnya dan risiko medis yang mengintai.
Gurah: Warisan Budaya yang Terus Lestari
Gurah berasal dari daerah Kulon Progo, Yogyakarta, dan dipopulerkan oleh almarhum Marzuki, seorang tabib tradisional yang mulai memperkenalkan metode ini sejak tahun 1960-an.
Teknik ini menggunakan ramuan dari tanaman Clerodendron serratum, yang dikenal masyarakat lokal dengan nama tanaman senggugu.
Ramuan ini kemudian dimasukkan ke dalam lubang hidung, dan dipercaya mampu membersihkan lendir dari saluran pernapasan.
Dari sisi sejarah, gurah awalnya digunakan oleh para santri pesantren agar suara mereka lebih nyaring dan merdu saat mengaji.
Seiring waktu, gurah menjadi alternatif populer bagi mereka yang merasa pilek menahun, sinusitis, atau bahkan sekadar ingin suaranya terdengar seperti penyiar radio senior.
Gurah dan Cinta Lama Bernama Efek Samping
Sayangnya, di balik sensasi “lega setelah digurah,” para ahli medis menyarankan agar kita tidak terlena begitu saja.
Dokter spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan (THT) seperti dr. Indra Dwinanto, Sp.THT-KL, menegaskan bahwa gurah memiliki potensi risiko yang bisa membahayakan jika dilakukan sembarangan.
Beberapa efek samping gurah yang tercatat secara medis antara lain:
1. Iritasi pada mukosa hidung dan tenggorokan
Kandungan kimia alami dalam tanaman senggugu dapat menyebabkan peradangan jika dosis dan prosesnya tidak tepat.
2. Risiko infeksi silang
Proses gurah yang tidak steril dapat memicu penularan bakteri atau virus dari satu pasien ke pasien lain.
3. Eksaserbasi penyakit kronis
Bagi penderita asma, gurah bisa memperparah sesak napas alih-alih menyembuhkan. Sama halnya dengan pasien sinusitis kronik yang bisa mengalami pembengkakan lebih parah.
4. Kehilangan fungsi penciuman sementara
Beberapa kasus melaporkan pasien kehilangan kemampuan mencium bau selama beberapa hari pasca gurah.
5. Munculnya luka pada rongga hidung
Gesekan alat gurah atau reaksi keras terhadap ramuan bisa menimbulkan luka yang tak kasat mata namun menyiksa.
Dukun vs Dokter: Siapa yang Lebih Kamu Percaya?
Kita tentu tidak bisa menutup mata bahwa banyak yang merasa terbantu dengan gurah.
Namun, perlu dicatat bahwa testimonial bukanlah evidence-based. Jika kamu merasa pilek menahun, bisa jadi itu adalah tanda dari alergi, polip, atau gangguan pernapasan lain yang butuh penanganan medis.
Dalam konteks ini, berkonsultasilah dulu ke dokter sebelum memutuskan “berpetualang” ke tempat gurah tradisional.
Sebagaimana yang dilaporkan oleh jurnal Pharmacognosy Reviews (Vol 5, No. 9, 2011), tanaman Clerodendron serratum memang memiliki efek anti-inflamasi dan ekspektoran, tapi belum ada studi klinis besar yang merekomendasikannya sebagai pengobatan standar untuk masalah saluran napas.
Jangan Karena Ingin Merdu, Lalu Berujung Adu Nyawa
Gurah memang bagian dari khazanah pengobatan tradisional Indonesia yang patut dihargai.
Tapi, seperti semua jenis pengobatan, gurah bukan tanpa risiko. Jika kamu ingin mencobanya, pastikan dilakukan oleh praktisi berpengalaman, dengan prosedur yang higienis, dan lebih penting lagi tahu batasnya.
Karena, hey, suara merdu memang menyenangkan, tapi paru-paru yang sehat jauh lebih melegakan.
Penulis: Andi Ramadhan