PRABA INSIGHT – JAKARTA – Kalau sudah masuk musim politik, biasanya udara kita jadi penuh asap. Asap gosip, asap framing, dan asap opini yang kadang lebih pekat daripada kabut asap di Sumatera. Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, ikut angkat suara. Ia bilang, jangan sampai ribut-ribut pasca-kericuhan 25 Agustus bikin kita buta pada fakta.
“Kalau kita mau jujur, di bawah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Polri telah menorehkan kerja nyata yang justru memperkuat sendi bangsa,” ujar Haidar dengan nada serius.
Masalahnya, kata Haidar, framing politik sering dipelintir jadi logika aneh. Reformasi seolah-olah cuma identik sama ganti pimpinan. Padahal, katanya, itu jelas keliru. “Jangan sampai suara gaduh menutup mata kita terhadap capaian Presisi yang benar-benar dirasakan rakyat,” tegasnya.
Polisi Masuk Kampus sampai Ngajar di 3T
Di bawah Listyo Sigit, polisi nggak cuma muncul di jalan atau pos ronda. Mereka juga masuk kampus lewat program Polri Goes to Campus buat ngobrol sama mahasiswa. Anak-anak pun nggak ketinggalan. Ada Polisi Sahabat Anak dan Polisi Cilik yang ngajarin disiplin sejak kecil.
Kalau guru di daerah 3T (terluar, terdepan, tertinggal) lagi defisit, polisi kadang turun tangan ngajar. Beasiswa juga disiapkan buat anak anggota maupun warga kurang mampu. Bahkan soal ujian nasional pun dijaga, biar anak-anak nggak ketar-ketir.
Di dunia digital, patroli siber rutin digelar buat ngusir predator online dan konten beracun. Sekolah-sekolah juga dikasih penyuluhan soal bahaya narkoba dan anti-bullying. “Kebijakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo jelas menyeluruh: anak aman di jalan, di sekolah, dan di ruang digital,” kata Haidar.
Dari Mafia Pangan Sampai UMKM
Ngomongin Polri nggak melulu soal tilang elektronik. Menurut Haidar, mereka juga jadi tameng di sektor ekonomi. Satgas Pangan misalnya, kerjaannya ngeburu mafia beras, minyak goreng, sampai pupuk subsidi. Mafia BBM pun nggak lolos meski mainnya kelas kakap.
“Keamanan distribusi kebutuhan pokok adalah syarat ekonomi sehat, dan Polri hadir untuk menjaganya,” jelas Haidar.
Di pasar tradisional, polisi nongol buat ngejaga harga tetap stabil. Buat pelaku UMKM, pendampingan polisi bikin mereka terhindar dari praktik curang. Intinya, wajah Polri bukan cuma di pos lalu lintas, tapi juga di lapak sayur.
Bahkan urusan pers pun digarap. Polri kerja bareng Dewan Pers, bikin media center 24 jam, sampai ngasih pelatihan literasi digital ke wartawan daerah. “Keterbukaan adalah strategi legitimasi, bukan kelemahan,” ucap Haidar.
Polri di Atas Pondasi Konstitusi
Haidar nggak mau orang lupa bahwa Pasal 30 UUD 1945 sudah jelas menegaskan Polri sebagai alat negara. Kapolri diangkat dan diberhentikan Presiden dengan persetujuan DPR. Jadi, isu yang bilang Kapolri berseberangan sama Presiden menurutnya cuma akal-akalan politik.
“Hubungan Presiden dan Kapolri adalah kemitraan strategis. Mengadu keduanya sama saja mengganggu stabilitas nasional,” tegasnya.
Haidar nutup dengan pesan yang nggak main-main: Polri itu wajah negara di depan rakyat. “Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama jajaran Presisi telah membuktikan Polri bisa modern, humanis, dan transparan. Fakta ini jangan dikaburkan oleh riuh politik. Pegang data, rasakan dampaknya, dan dukung yang bekerja,” pungkasnya. (Van)