PRABA INSIGHT – Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, memilih menggandeng pengacara terkenal Hotman Paris untuk membela dirinya dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019-2022.
“Sebagai pengacara Pak Nadiem, saya hadir di sini untuk memberikan penjelasan,” ujar Hotman Paris dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada Selasa (10/6).
Nadiem sendiri turut hadir dalam kesempatan tersebut, menunjukkan komitmennya untuk menghadapi kasus ini secara terbuka.
Hotman mengungkapkan bahwa Nadiem menghargai dan mendukung sepenuhnya kewenangan Kejaksaan Agung dalam melakukan penyidikan terhadap kasus ini.
“Pak Nadiem selalu berada di Indonesia dan siap memberikan keterangan kapan saja diminta oleh Kejagung,” jelas Hotman.
Menghadapi tuduhan bahwa Nadiem masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), Hotman dengan tegas membantahnya.
Ia menegaskan bahwa Nadiem sejak kemarin berada di Jakarta dan siap berkooperasi dengan pihak berwajib.
“Bagaimana bisa DPO? Pak Nadiem sehat walafiat dan selalu kooperatif,” tambah Hotman dengan percaya diri.
Pada kesempatan yang sama, Hotman juga menjelaskan bahwa Nadiem tidak pernah mengubah kajian mengenai pengadaan laptop Chromebook.
Ia menyebutkan ada dua kajian berbeda terkait proyek tersebut. Pertama, sebelum Nadiem menjabat, kajian laptop Chromebook ditujukan untuk daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Namun, saat Nadiem menjabat, kajian tersebut berubah untuk pengadaan laptop Chromebook yang tidak difokuskan pada daerah 3T.
“Nadiem tidak pernah mengubah kajian. Itu dua proyek yang berbeda, dan tidak bisa dikaitkan satu sama lain,” ujar Hotman, menegaskan bahwa dugaan permufakatan jahat dalam kasus ini tidak berdasar.
Namun, penyidik Kejaksaan Agung menemukan adanya indikasi pemufakatan jahat yang mengarah pada manipulasi kajian pengadaan alat TIK, yakni laptop Chromebook.
Hal ini diduga dilakukan dengan cara khusus untuk meyakinkan tim teknis bahwa penggunaan Chromebook diperlukan sebagai alat pendidikan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa kajian yang dibuat seolah-olah mendukung penggunaan Chromebook, padahal hasil uji coba pada 2019 menunjukkan bahwa 1.000 unit Chromebook tidak efektif digunakan sebagai sarana pembelajaran.
Kasus ini terus berkembang, dengan Nadiem Makarim dan tim hukum yang membelanya siap berhadapan dengan bukti-bukti yang diajukan Kejagung dalam penyelidikan lebih lanjut.
Penulis : Deny Darmono| Editor: Ivan