Menu

Mode Gelap
Siapa Sebenarnya yang Pertama Kali Melarang Film G30S/PKI Diputar? URBAN LEGEND: Teror Kuyang di Tanah Kalimantan Bis Terakhir Menuju Kegelapan Yang Berulah Siapa Yang Dihukum Siapa: Sebuah Ironi Menkeu Purbaya Yakin Ekonomi RI Ngebut di Kuartal IV: Target di Atas 5,5 Persen Letjen Suprapto Gugur, Julie Suparti Bangkit: Potret Perempuan Tangguh di Balik G30S PKI

News

Vonis 1,5 Tahun Penjara? Enam Tahun Nggak Dieksekusi, Silfester Malah Jadi Komisaris BUMN

badge-check


					Kasus Silfester Matutina bikin publik geleng-geleng. Divonis 1,5 tahun penjara sejak 2019 karena kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla, tapi eksekusi tak kunjung jalan. Enam tahun berlalu, Silfester malah dapat posisi komisaris BUMN ID Food. Tim Advokasi pun melapor ke Jaksa Agung.(Foto:Istimewa) Perbesar

Kasus Silfester Matutina bikin publik geleng-geleng. Divonis 1,5 tahun penjara sejak 2019 karena kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla, tapi eksekusi tak kunjung jalan. Enam tahun berlalu, Silfester malah dapat posisi komisaris BUMN ID Food. Tim Advokasi pun melapor ke Jaksa Agung.(Foto:Istimewa)

PRABA INSIGHT- Kalau hukum di Indonesia bisa diibaratkan drama Korea, kasus Silfester Matutina ini cocok disebut “The Glory” versi hukum panjang, berliku, dan penuh plot twist.

Mari kita flashback: Tahun 2019, Mahkamah Agung sudah jelas-jelas menjatuhkan vonis. Silfester terbukti bersalah mencemarkan nama baik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hukumannya? 1,5 tahun penjara. Hakim sudah ketok palu. Kasus sudah inkrah. Selesai… atau setidaknya seharusnya begitu.

Masalahnya, eksekusi vonis itu entah jalan ke mana. Enam tahun berselang, bukan ke sel tahanan, Silfester malah meluncur mulus ke kursi komisaris di ID Food, BUMN pangan yang prestisius.

Gerah dengan situasi ini, Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis melapor ke Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Jumat (15/8/2025). Mereka nggak tanggung-tanggung: Kajari Jakarta Selatan dilaporkan juga ke Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) dan Pembinaan (Jambin).

“Kami minta Silfester dieksekusi, kok sampai sekarang tidak lanjut padahal perkara sudah inkrah,” ujar Ahmad Khozinudin, anggota tim advokasi, dikutip Tempo, Senin (18/8).

Dalam surat aduannya, mereka mengutip dasar hukum yang tegas: Pasal 30 UU Kejaksaan dan Pasal 270 KUHAP. Intinya, jaksa penuntut umum itu punya kewajiban mengeksekusi putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Tapi, kata mereka, Kajari Jakarta Selatan justru “adem ayem” dan belum juga menjalankan kewajiban itu. Karena itu mereka mendesak Jaksa Agung menegur keras, sekaligus memerintahkan Kajari Jaksel untuk mengeksekusi Silfester.

Untuk Jamwas dan Jambin? Fungsinya jelas: mengawasi dan membina Kajari yang (katanya) abai ini. “Kalau untuk Jamwas dan Jambin ya sesuai fungsinya untuk mengawasi dan membina Kajari,” tegas Khozinudin.

Pertanyaannya kini: apa yang lebih kuat? Ketukan palu hakim, atau kursi empuk komisaris? Karena faktanya, sejak 2019 vonis sudah keluar, tapi tahun 2025 Silfester masih bebas—bahkan dengan jabatan strategis.

Kalau ini novel, judulnya mungkin:

“Inkrah yang Terlupakan: Dari Vonis Penjara ke Komisaris BUMN.”

Reporter : Deny Wahyudi | Editor: Ivan

Baca Lainnya

Siapa Sebenarnya yang Pertama Kali Melarang Film G30S/PKI Diputar?

2 Oktober 2025 - 18:29 WIB

Polri Lagi Berbenah, Giliran Kejaksaan Kena Sorotan Haidar Alwi

30 September 2025 - 15:35 WIB

Tuduhan Makar Kapolri: Antara Tafsir Hukum dan Manuver Politik

28 September 2025 - 09:51 WIB

Haidar Alwi: Jangan Sampai Riuh Politik Nutupin Prestasi Presisi Polri

28 September 2025 - 03:29 WIB

Ahmad Yani: Anak Emas Sukarno yang Justru Jadi Target PKI

27 September 2025 - 07:09 WIB

Trending di News