PRABA INSIGHT- Kita hidup di zaman di mana bahkan perpustakaan pun bisa kena hack. Ya, betul. Aplikasi resmi milik Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, iPusnas, baru saja jadi korban peretasan. Dan bukan sekadar diretas diam-diam, tapi dipajang terang-terangan kayak spanduk caleg di masa kampanye.
Kabar ini pertama kali mencuat lewat akun Threads @edwinreadbooks4 yang mendadak dikejutkan dengan pop-up misterius bertuliskan, “Hacked by Rissec1337”.
Awalnya dia kira cuma error biasa. Maklum, kadang teknologi bisa temperamental. Tapi setelah coba login pakai HP lain dan akun berbeda, pesan yang sama tetap muncul. Bukan error, Bung. Ini jelas-jelas pembobolan.
Dan seperti biasa, internet tidak pernah sepi penonton. Warganet lain pun ikut mencoba peruntungan login, dan voila, mereka juga disambut dengan tampilan “sudah di hack” di kolom pencarian dan beberapa artikel. Satu aplikasi, banyak korban. Satu pesan, banyak yang mikir.
Menariknya, ini bukan sekadar aksi iseng ala bocah iseng nyepam grup WA keluarga. Para peretas, yang mengaku sebagai bagian dari KedirisecTeam, ternyata menyisipkan pesan politik yang cukup pedas dan, jujur saja, bikin banyak orang angguk-angguk dalam diam.
“Indonesia kini berada dalam kegelapan yang lebih dalam dari sekadar mati lampu,” tulis mereka. Satu kalimat pembuka yang langsung terasa seperti tendangan bebas ke arah elite politik.
Dalam pesannya, sang hacker menyoroti penyakit klasik negeri ini: korupsi yang tak kunjung sembuh, ketimpangan sosial yang makin nganga, dan pemimpin yang katanya lebih sibuk memperkaya diri ketimbang mengurus rakyat.
Tidak lupa, mereka juga menyentil bahwa korupsi bukan lagi sekadar skandal, tapi sudah jadi budaya. Ya, budaya—setara dengan makan sambal dan nonton sinetron azab.
Mereka menyampaikan keresahan yang mungkin dirasakan banyak orang, tapi jarang bisa tersampaikan secara gamblang.
Dan lucunya, semua ini disampaikan lewat aplikasi perpustakaan digital. Ironi yang cukup menyentil—tempat untuk baca buku malah dijadikan papan pengumuman kritik negara.
Sampai artikel ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang soal siapa dalang di balik peretasan ini dan langkah apa yang akan diambil.
Tapi satu hal yang pasti: kejadian ini jadi pengingat keras bahwa keamanan digital bukan cuma urusan IT guy semata, apalagi kalau yang diretas adalah aplikasi milik negara.
Kasus iPusnas ini bukan hanya soal lubang keamanan sistem, tapi juga soal lubang kepercayaan. Ketika rakyat merasa suara mereka tidak lagi didengar, bahkan perpustakaan pun bisa jadi media protes.
Selamat datang di era baru: ketika e-book dibajak, bukan untuk dijual, tapi untuk bicara.