PRABA INSIGHT – Buat kamu yang udah lewat umur 25 tahun tapi masih suka dighosting HRD gegara lowongan kerja selalu minta “maksimal usia 25 tahun”, ada kabar baik.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akhirnya buka suara dan nggak cuma itu, mereka juga siap ambil langkah konkret.
Ya, Kemnaker sedang menyiapkan dua jurus pamungkas buat memberantas diskriminasi usia dalam dunia kerja. Karena ya jujur aja, masa iya umur jadi dosa?
Jurus Pertama: Revisi Undang-Undang
Langkah pertama yang disiapkan: merevisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menurut Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK), Darmawansyah, saat ini Kemnaker lagi ngulik kajian mendalam soal revisi tersebut.
“Kita sedang susun rancangan undang-undang pengganti,” kata Darmawansyah, dengan penuh tekad, kepada awak media, Selasa (13/5).
Meski belum bisa buka semua detail isi revisinya, yang jelas semua pihak bakal dilibatkan.
Mulai dari pengusaha, serikat buruh, sampai para pengamat yang mungkin udah kenyang lihat ironi dunia kerja.
Jurus Kedua: Bikin Aturan Turunan
Kalau nanti revisi UU udah kelar dan disahkan, Kemnaker nggak bakal berhenti sampai di situ.
Mereka juga bakal nyiapin aturan turunan sebagai pelengkap. Intinya, sistem ini mau dibangun rapih dari atas sampai ke bawah. Payung hukumnya dari UU, pelaksananya lewat peraturan teknis.
Diskriminasi Usia: Masalah Lama, Solusi Baru?
Kalau kamu rajin cari kerja di platform-platform loker, pasti familiar sama frasa ini: “maksimal usia 25 tahun”, “berpenampilan menarik”, dan sejenisnya. Sayangnya, syarat kayak gini masih jadi tembok tebal buat mereka yang udah lewat usia itu padahal skill mumpuni dan pengalaman segunung.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli bahkan secara terbuka menyatakan keprihatinannya soal diskriminasi usia ini. Ia bilang, “Semua orang harus punya kesempatan yang sama untuk kerja.”
Ini bukan sekadar retorika. Tahun lalu, sempat ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal diskriminasi dalam loker. Tapi sayangnya, MK menolak permohonan tersebut.
Putusan MK: Usia Bukan Diskriminasi, Tapi…
Menurut MK, batas usia bukan bentuk diskriminasi. Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa Pasal 35 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang jadi objek gugatan, masih dianggap konstitusional.
Hakim Arief Hidayat bahkan menegaskan, yang masuk kategori diskriminatif adalah hal-hal seperti agama, ras, suku, dan gender—bukan usia.
Tapi nggak semua hakim sepakat. Hakim konstitusi M Guntur Hamzah punya dissenting opinion alias beda pendapat. Menurut dia, syarat batas usia, apalagi kalau terlalu sempit, bisa jadi bentuk diskriminasi terselubung.
Guntur juga menyarankan agar pasal tersebut diubah dan diperjelas, supaya tidak memberi ruang bagi pemberi kerja untuk memasukkan syarat-syarat absurd kayak “berpenampilan menarik” atau “warna kulit tertentu”.
Keadilan vs Legalitas: Mana yang Menang?
Dari sisi legalitas, pasal yang digugat memang nggak kelihatan bermasalah. Tapi dari kacamata keadilan sosial? Lain cerita. Guntur menilai norma yang terlalu longgar soal rekrutmen ini bisa disalahgunakan, apalagi dalam konteks diskriminasi di lowongan kerja.
Menuju Dunia Kerja yang Lebih Ramah Usia
Harus diakui, pembaruan regulasi ini bisa jadi angin segar buat para pencari kerja yang udah capek “kecewa karena usia”.
Kalau benar-benar terealisasi, ini bisa jadi langkah penting menuju dunia kerja yang lebih inklusif dan manusiawi.
Karena pada akhirnya, yang harusnya diukur bukan usia, tapi kompetensi. Dan siapa tahu, revisi UU ini jadi awal dari akhir kisah tragis “lulus kuliah telat, ditolak kerja karena umur”.