PRABA INSIGHT-Ketika mendengar kata ‘perampasan aset’, imajinasi kita pasti langsung melayang pada skenario tegang di film-film mafia. Tapi kali ini, bukan soal kejar-kejaran mobil atau baku tembak di pelabuhan. Ini soal meja bundar di gedung parlemen dan ruang-ruang tertutup penuh asap kopi tempat kata ‘konsensus’ kadang lebih rumit daripada rumus kalkulus.
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas akhirnya buka suara. Katanya, Presiden Prabowo Subianto sudah main telepon ke para ketua umum partai politik.
Bukan basa-basi nanyain kabar atau sekadar nostalgia Pemilu lalu, tapi ngomongin serius soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
“Menteri Sekretaris Negara juga sudah menyampaikan bahwa Presiden dalam hal ini sudah berkomunikasi dengan seluruh ketua-ketua umum partai politik,” kata Supratman saat ditemui di kantornya, Jakarta.
Presiden, kata Supratman, mendukung penuh RUU Perampasan Aset ini. Tapi tentu, dukungan saja enggak cukup. Ini bukan soal tandatangan di atas kertas, tapi soal kompromi politik. Karena, ya tahu sendirilah, undang-undang itu anak sah dari tarik-menarik kepentingan.
“Biarkan dulu proses ini bisa selesai sehingga bisa smooth (lancar) dan sambil Kementerian Hukum untuk bisa melakukan dialog dengan teman-teman di parlemen,” tambah Supratman, penuh harap.
RUU ini ibarat drama bersambung yang episodenya enggak kelar-kelar. Pertama kali diusulkan oleh PPATK pada 2008. Bayangkan, hampir dua dekade cuma wara-wiri di rak parlemen. Tahun 2023, RUU ini akhirnya masuk prolegnas.
Presiden Jokowi sempat kirim surat presiden (surpres) buat dibahas bareng DPR. Tapi, ya gitu, entah kenapa ujungnya malah mirip film yang gantung di tengah-tengah.
Supratman juga cerita soal dua opsi buat melanjutkan nasib RUU ini. Pertama, tetap jadi usulan pemerintah. Kedua, diambil alih jadi inisiatif DPR.
“Saya sudah minta kepada Direktur Jenderal Perundang-undangan (Dhahana Putra) yang bertanggung jawab mengurus prolegnas untuk sesegera mungkin berkoordinasi dengan badan legislasi di Parlemen,” ujar Supratman.
Soal surpres, rupanya masih menggantung. Katanya, kalau mau lanjut, surpres yang lama mesti di-carryover. Ya, bahasa kasarnya, dioper biar enggak perlu mulai dari nol lagi. Tapi, sampai sekarang, pemerintah masih ngulik-ngulik isi RUU itu.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi bilang, “Belum sampai ke tahap terbitkan surpres. Kami sedang intensif berkomunikasi mengenai substansi mendasar di dalam RUU tersebut.”
Begitulah, politik kita. Terkadang lebih ribet dari drama sinetron, lebih alot dari rapat RT yang nentuin siapa yang nyumbang tenda.
Mungkin, butuh lebih dari sekadar ngobrol di meja bundar, tapi juga nyali buat gebrak meja, lalu bilang, “Kita selesaikan sekarang!”