Menu

Mode Gelap
“Fakta Kelam di Balik Hari Anak Nasional: 15 Ribu Anak Jadi Korban Kekerasan Sepanjang 2025” “Main Bola Disorot, Main Cinta Dihina, Hokky Caraka Ngamuk, Netizen Kena Somasi!” Fenomena Guru PPPK Menggugat Cerai Suami Usai Diangkat: Benarkah Karena Gaji? Pengangguran Turun dan Investasi Naik, Ini Klaim Prabowo di Kongres PSI Guru Honorer Ini Harus Bayar Rp12,5 Juta, Ternyata Orang Tua Murid Caleg Gagal Marc Marquez Bikin Ducati Ngeri-ngeri Sedap: 5 Kemenangan Beruntun, MotoGP Ceko 2025 Dikuasai Sang Alien

Regional

MUI Jatim Haramkan Sound Horeg, Muhammadiyah dan NU Beda Suara

badge-check


					Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terhadap fenomena sound horeg memicu gelombang perdebatan sengit di tengah masyarakat(foto: Istimewa) Perbesar

Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terhadap fenomena sound horeg memicu gelombang perdebatan sengit di tengah masyarakat(foto: Istimewa)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur belum lama ini melemparkan sebuah bom moral dalam bentuk fatwa haram terhadap fenomena “sound horeg” alias parade sound system berdecibel tinggi yang kerap membelah malam di acara-acara hajatan dan festival kampung. Sejak itu, jagat maya dan dunia nyata pun langsung berdengung. Lebih bising dari bass JBL.

Fatwa ini menuai respons dari berbagai penjuru; dari warga biasa, pengusaha rental audio, hingga ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah. Pro-kontra pun tak terelakkan. Ada yang mengangkat tangan penuh setuju, ada yang geleng-geleng kepala sambil ngelus dada, dan ada pula yang bertanya-tanya: “Memangnya, separah itu ya?”

Warga Surabaya: Suaranya Nggak Cuma Ganggu, Tapi Juga Bikin Emosi

Sukanto (46), warga Surabaya, termasuk yang sepakat 100% dengan fatwa tersebut. Menurutnya, sound horeg itu bukan cuma soal kuping yang dicekoki suara menggelegar, tapi juga menyangkut etika sosial dan moralitas lingkungan.

“Dampaknya merugikan ya, kalau memang tidak melihat situasi dan kondisi di sekitarnya. Dampak kesehatan dan kerusakan bangunan dan lain sebagainya,” kata Sukanto

“Jadi kalau dari kegiatannya sendiri yang menjadi sorotan karena muncul fatwa haram kan mungkin kegiatan yang meliputinya, seperti pakaian terbuka dan lainnya,” tambahnya.

Sound system boleh, asal nggak disertai dengan “fashion show” baju minim dan joget bareng hingga dini hari.

PWNU Jatim: Haram Kalau Merusak, Tapi Kalau Diatur Bisa Jadi Mubah

Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur menyikapi persoalan ini lebih pragmatis. Mereka tak langsung menyetempel haram, tapi justru membentuk “Tim 9” untuk mencari jalan tengah.

“Soal hukum itu bisa haram dan bisa mubah/boleh, kalau memang mudarat atau menimbulkan dampak yang merusak di masyarakat ya haram, karena itu perlu ada regulasi,” jelas KH Balya Firjaun Barlaman, Wakil Ketua PWNU Jatim.

Menurut beliau, suara yang terlalu kencang bisa membahayakan orang-orang rentan seperti bayi atau lansia. Bahkan bisa mengundang penyakit, bukan cuma telinga berdenging, tapi juga urusan jantung.

“Volume yang melebihi batas maksimal itu dapat berdampak pada kesehatan dan lingkungan… maka sound horeg itu bisa haram.”

Solusinya? Bukan membungkam bass, tapi membuat Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur batas volume dan jam operasional.

Muhammadiyah Jatim: Fokus ke Etika, Bukan Label Halal-Haram

Kalau NU bicara regulasi, Muhammadiyah lebih memilih jalur adab. Ketua PWM Jatim, Sukadiono, menyebut bahwa soal sound horeg ini bukan semata perkara hukum fikih, tapi bagaimana menjaga sopan santun dalam bertetangga.

“Kami di Muhammadiyah Jatim akan berfokus pada masalah etika, bagaimana kita menghargai orang lain dan lingkungan kita. Jangan sampai kita ini mengganggu ketenangan, ketertiban, dan kenyamanan orang lain,” ujarnya.

Apalagi kalau sound battle dilakukan di tengah perumahan warga, efeknya bisa dari susah tidur sampai uring-uringan seminggu.

“Secara etika, itu kurang pantas jika sampai mengganggu lingkungan.”

Rakyat Jelata: Ada yang Setuju, Tapi Juga Ada yang Bilang ‘Lho, Ini Kan Ekonomi Rakyat!’

Di sisi lain, ada juga warga yang memilih jalan tengah. Seperti Najibah (25), warga Sidoarjo, yang tak mau buru-buru menyetujui atau menolak.

“Karena harus dilihat dari dua sisi, maksudnya sisi pengusaha dan penikmatnya gimana? Nggak bisa dipungkiri mereka menggerakkan roda ekonomi masyarakat sekitar dari festival,” ujarnya.

Menurutnya, sebelum mengeluarkan fatwa-fatwa agama, harus ada kajian yang benar-benar komprehensif.

“Tapi kalau sampai pakai fatwa-fatwa agama ya menurutku perlu ditelaah lagi. Beneran seharam itu kah?”

Bupati Malang: Mubah, Asal Nggak Ada Joget dan Miras

Bupati Malang, Sanusi, ikut memberikan komentar yang cukup seimbang. Menurutnya, sound horeg itu pada dasarnya mubah alias boleh, asalkan tidak disandingkan dengan kegiatan yang menimbulkan mafsadat.

“Kalau parade sound atau sound horeg boleh-boleh saja, karena secara hukum kan mubah. Namun, kegiatan-kegiatan yang beriringan, yang tidak baik, sebaiknya ditiadakan. Seperti misalnya joget-jogetan atau minum-minuman keras,” tegasnya.

Ia juga menyatakan siap mengikuti arah kebijakan Pemprov Jatim jika suatu saat regulasi resmi diterbitkan.

Pengusaha Sound Horeg: Tolong Jangan Disamaratakan

Hendri, pemilik rental H PRO Audio Official, mengaku keberatan jika semua bentuk sound horeg langsung divonis haram tanpa klasifikasi.

“Terkait fatwa haram menurut saya itu hal yang wajar karena mungkin penempatan dan pemetaan detailnya aja yang kurang tepat,” katanya.

“Harus ada penjabaran yang lebih detail terkait yang haram itu seperti apa, karena tidak bisa kalau semua dipukul rata haram.”

Bagi pelaku usaha, regulasi teknis jauh lebih membantu daripada fatwa yang mengambang. Karena kalau semua sound dianggap setan, lalu bagaimana nasib mereka yang menggantungkan hidup dari bass reflex dan kabel mic? (Van)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Fenomena Guru PPPK Menggugat Cerai Suami Usai Diangkat: Benarkah Karena Gaji?

22 Juli 2025 - 12:48 WIB

Guru Honorer Ini Harus Bayar Rp12,5 Juta, Ternyata Orang Tua Murid Caleg Gagal

21 Juli 2025 - 08:47 WIB

“Kolom Agama di KTP Diubah, Warga Blitar Pilih Kepercayaan Lokal”

21 Juli 2025 - 04:23 WIB

Pesta Pernikahan Jadi Petaka, Anak Dedi Mulyadi dan Wabup Garut Akhirnya Buka Suara

20 Juli 2025 - 13:25 WIB

Curhat ke Damkar karena Polisi Sibuk? Kisah Ibu Muda Bekasi yang Lapor KDRT ke Pemadam Kebakaran

28 Juni 2025 - 09:14 WIB

Trending di Regional