PRABA INSIGHT – Jakarta – Ada kabar yang bikin jidat mengernyit sekaligus dompet merintih. Empat bulan pertama 2025, duit Rp1.200 triliun di Indonesia raib begitu saja. Bukan dipakai buat bangun jalan tol, bukan juga buat subsidi BBM, melainkan habis masuk ke meja judi online.
Kalau mau dibandingkan, belanja negara di APBN 2024 saja cuma Rp3.300 triliun. Jadi, sepertiganya sekarang melayang ke ruang gelap dunia maya, jadi santapan para bandar lintas negara. Bedanya, uang APBN bikin sekolah, jembatan, atau gaji PNS, sementara uang judi online? Ya, bikin bandar makin kaya, rakyat makin sengsara.
Ekonomi Jadi ATM
Menurut R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), judi online ini sama sekali nggak ada faedahnya buat ekonomi. Nggak bikin lapangan kerja sehat, nggak bangun industri, nggak bikin UMKM naik kelas. Yang ada malah memindahkan uang dari kantong rakyat ke server bandar di luar negeri.
Dampaknya? Daya beli masyarakat jeblok. Rumah tangga kelas menengah bawah yang biasanya jadi motor belanja domestik malah terjerat utang. UMKM kehilangan pasar. Konsumsi lesu. Ekonomi riil yang harusnya ngebut malah megap-megap.
Duit Haram, Sistem Runtuh
Yang lebih serem lagi, Rp1.200 triliun itu bukan cuma bikin dapur rakyat nggak ngebul, tapi juga bikin sistem keuangan panas dingin. Transaksi ilegal segede gaban ini rawan dipakai buat pencucian uang. Bank jadi dicurigai, stabilitas moneter terguncang.
Bank Indonesia dan OJK juga pusing tujuh keliling. Likuiditas yang harusnya bisa dipakai buat investasi atau kredit produktif malah nyasar ke meja judi. Multiplier effect? Wassalam. Yang ada multiplier problem: kriminalitas naik, moral turun, perceraian melonjak, sampai kasus bunuh diri karena utang judi.
Negara Jangan Jadi Penonton
“Setiap rupiah yang masuk ke judi online berarti satu unit produktif ekonomi hilang,” kata Haidar. Bahasa gampangnya: judi online itu lubang hitam ekonomi. Masukin duit, keluar masalah.
Kalau dibiarkan, negara bisa kena krisis sosial-ekonomi serius. Uang negara habis bukan buat pembangunan, tapi buat nutupin subsidi sosial, polisi kerja lembur, dan trauma healing keluarga korban judi.
Pemblokiran situs? Itu mah kayak nutup got pakai kertas koran. Nggak bakal efektif kalau nggak ada pengawasan transaksi digital, kerja sama antar lembaga, dan gebrakan hukum yang nggak pandang bulu. Para bandar pakai teknologi canggih buat ngeruk uang rakyat, masa negara kalah canggih?
Pilihan sekarang cuma dua: negara serius memberangus judi online dari hulu ke hilir, atau ya siap-siap ekonomi kita terus jadi ATM para bandar global. (Van)