Menu

Mode Gelap
Siapa Sebenarnya yang Pertama Kali Melarang Film G30S/PKI Diputar? URBAN LEGEND: Teror Kuyang di Tanah Kalimantan Bis Terakhir Menuju Kegelapan Yang Berulah Siapa Yang Dihukum Siapa: Sebuah Ironi Menkeu Purbaya Yakin Ekonomi RI Ngebut di Kuartal IV: Target di Atas 5,5 Persen Letjen Suprapto Gugur, Julie Suparti Bangkit: Potret Perempuan Tangguh di Balik G30S PKI

News

Ahmad Yani: Anak Emas Sukarno yang Justru Jadi Target PKI

badge-check


					Kisah Ahmad Yani, jenderal muda kesayangan Sukarno yang tegas menolak PKI, gugur tragis pada malam G30S, kini dikenang sebagai Pahlawan Revolusi.(Foto: Istimewa) Perbesar

Kisah Ahmad Yani, jenderal muda kesayangan Sukarno yang tegas menolak PKI, gugur tragis pada malam G30S, kini dikenang sebagai Pahlawan Revolusi.(Foto: Istimewa)

PRABA INSIGHT – Kalau ada jenderal muda yang punya “paket lengkap” tegas, disiplin, rapi, dan dicintai Presiden Sukarno nama itu adalah Ahmad Yani. Lahir di Purworejo tahun 1922, Yani tumbuh sebagai sosok yang tekun dan visioner. Perjalanan hidupnya menuntunnya ke dunia militer, dari masa pendudukan Jepang hingga berdiri tegak bersama Tentara Republik Indonesia.

Dari Medan Perang ke Istana

Nama Yani melambung ketika berhasil meredam pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dan PRRI di Sumatera. Strateginya yang jitu membuat Presiden Sukarno meliriknya. Bung Karno melihat aura berbeda dalam diri Yani: modern, sopan, tapi tetap disiplin ala militer sejati.

Tak heran, pada 1962 Sukarno mengangkatnya sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat, menggantikan Jenderal Nasution. Sejak itu, bayangan Bung Karno hampir selalu ditemani sosok Yani. Saking dekatnya, orang-orang menjulukinya “anak emas Sukarno.” Bahkan Bung Karno pernah bilang pada Nasution, kalau suatu hari kesehatan tak lagi memungkinkan, Ahmad Yani-lah yang seharusnya jadi penerusnya.

Setia ke Presiden, Tegas ke PKI

Meski dekat dengan Bung Karno, Yani bukan tipe pengikut buta. Ia menolak gagasan PKI soal “Angkatan Kelima”—buruh dan tani bersenjata—karena dianggap mengancam netralitas militer. Sikapnya itu bikin PKI gerah. Buat mereka, Yani adalah penghalang utama ambisi politik.

Malam 30 September: Dari Jemputan Jadi Eksekusi

Malam 30 September 1965, suasana Jakarta tenang. Di rumah dinasnya di Jalan Latuharhary, Yani tengah beristirahat. Lalu pasukan Cakrabirawa datang, mengaku hendak menjemputnya untuk bertemu Bung Karno.

Yani, yang sudah biasa dekat dengan Presiden, tak menaruh curiga. Begitu keluar, peluru menembus tubuhnya. Ia tewas seketika di hadapan keluarga. Jenazahnya lalu dibawa ke Lubang Buaya, bergabung dengan para jenderal lain yang gugur.

Bung Karno Menangis

Kabar kematiannya mengguncang republik. Yani, jenderal muda yang digadang-gadang sebagai calon besar pengganti Sukarno, justru jatuh secara tragis. Saat menziarahi makam Yani, Bung Karno tak kuasa menahan air mata. Momen itu jadi salah satu peristiwa langka: Presiden yang biasanya gagah, menangis di depan publik.

Warisan Sang Pahlawan

Kini, Ahmad Yani dikenang sebagai Pahlawan Revolusi. Kisahnya adalah ironi sejarah: kedekatan dengan Sukarno tidak menyelamatkan nyawanya. Justru karena ia terlalu berpengaruh, terlalu dekat dengan Presiden, dan terlalu berbahaya bagi PKI, Yani jadi target utama.

Warisan yang ditinggalkan Yani bukan sekadar pangkat atau jabatan, melainkan teladan seorang prajurit: profesional, sederhana, dan teguh menjaga kehormatan Angkatan Darat serta bangsa Indonesia.

 

Penulis : Ristanto

Baca Lainnya

Siapa Sebenarnya yang Pertama Kali Melarang Film G30S/PKI Diputar?

2 Oktober 2025 - 18:29 WIB

Polri Lagi Berbenah, Giliran Kejaksaan Kena Sorotan Haidar Alwi

30 September 2025 - 15:35 WIB

Tuduhan Makar Kapolri: Antara Tafsir Hukum dan Manuver Politik

28 September 2025 - 09:51 WIB

Haidar Alwi: Jangan Sampai Riuh Politik Nutupin Prestasi Presisi Polri

28 September 2025 - 03:29 WIB

Haidar Alwi: “Raksasa Tidur Itu Harus Dibangunkan, dan Prabowo Punya Jalannya”

25 September 2025 - 08:33 WIB

Trending di News