PRABA INSIGHT – Drama dunia pernotarisan di Riau kembali tayang. Kali ini, bukan soal akta atau legalisasi, tapi soal drama klasik bernama “penundaan sidang secara tiba-tiba tanpa penjelasan yang logis.”
Yang disorot: Sekretaris MPW (Majelis Pengawas Wilayah) Notaris Riau, Yuliana Manullang.
Sidang pembacaan putusan kode etik untuk Notaris Elfit Simanjuntak, SH, yang semestinya digelar pada Selasa, 3 Juni 2025, mendadak ditunda ke tanggal 10 Juni.
Yang bikin panas kuping: tidak ada penjelasan rinci ke pelapor, Marta Uli Emmelia.
Dan Marta tidak tinggal diam. Ia menyebut penundaan ini sebagai “rekayasa sistematis” dan secara terbuka menuding Yuliana memainkan peran ganda dalam panggung etika ini.
“Yuliana Manullang pembohong. Saya disuruh datang untuk dengar putusan, eh tiba-tiba ditunda sepihak,” geram Marta kepada media, Rabu (4/6/2025).
Surat Sakti: Dikirim Pagi, Disetujui Sore
Kronologinya cukup “mistis”. Surat permohonan penundaan dari kuasa hukum terlapor, Herson Sitepu, masuk tanggal 2 Juni 2025 pagi.
Ajaibnya, surat balasan MPW dengan keputusan penundaan langsung terbit sore harinya.
Lebih mengherankan lagi, surat tersebut hanya ditandatangani oleh Sekretaris MPW tanpa tanda tangan Ketua MPW, yang notabene merupakan syarat sah sebuah surat resmi dari lembaga hukum di bawah Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut Marta, ini menyalahi prosedur. Biasanya, surat resmi butuh proses berjenjang. Ini malah seperti beli kopi di drive-thru: masuk pagi, keluar sore.
“Ini jelas tidak lazim. Mana bisa surat sepenting itu hanya ditandatangani sekretaris saja?” ujarnya.
Alasan Penundaan: Pidana Diusung ke Sidang Etik
Pengacara Elfit berdalih, sidang etik harus ditunda karena sedang ada laporan pidana di Polda Riau: dugaan pemalsuan tanda tangan dalam akta notaris.
Tapi argumen ini langsung dimentahkan oleh ahli hukum, Tommy Freddy, S.Kom, SH, MH.
“MPW itu bukan polisi. Mereka cuma bahas etik, bukan pidana. Laporan pidana tidak serta-merta jadi alasan sah untuk tunda putusan etik,” tegas Tommy.
Ia juga menyoroti aroma “permainan dalam bayangan” antara pengacara dan Sekretaris MPW yang menurutnya terlalu sigap dalam menanggapi permintaan dari terlapor, tapi cuek ke pelapor.
“Bau-bau konflik kepentingan ini menyengat. Kalau dibiarkan, kredibilitas MPW bisa hancur,” tambahnya.
Marta: Ada Upaya Sistematis Halangi Keadilan
Bagi Marta, ini bukan sekadar sidang etik. Ini soal keadilan. Ia menduga ada tangan-tangan tak terlihat yang mencoba mengarahkan kasus agar tidak sampai ke ranah pidana.
Ia menegaskan, dugaan pemalsuan tanda tangan dalam Akta Notaris Nomor 08 tertanggal 21 Juni 2022 bukan main-main.
Ia merasa dirugikan secara hukum dan pribadi, dan mendesak MPW untuk tidak ikut-ikutan bermain dalam narasi “pengaburan” kasus.
“Saya heran, kenapa Sekretaris MPW bisa begitu responsif ke surat kuasa hukum terlapor, tapi saya sebagai pelapor malah seperti tidak dianggap?” ujarnya.
Penulis : Deny Darmono | Editor : Ivan