PRABA INSIGHT-Kalau kamu merasa politik Indonesia sekarang kayak reality show yang terlalu banyak episode konflik, mungkin kamu belum kenal baik siapa itu Sufmi Dasco Ahmad. Bukan tokoh yang hobi joget di TikTok politik, tapi lebih senang muncul seperlunya, bicara seperlunya, dan anehnya didengar.
R. Haidar Alwi, tokoh kemanusiaan yang juga pendiri Haidar Alwi Care, menyebut Dasco sebagai “oase politik” di tengah padang pasir konflik kepentingan. Di tengah dunia yang semakin banyak teriak soal nasionalisme tapi miskin toleransi, Dasco hadir sebagai pengingat: bahwa tenang itu bukan lemah, dan diam itu bukan nggak mikir.
Politik yang Nggak Bikin Kepala Pusing
Sebagai Wakil Ketua DPR RI dan Ketua Harian Partai Gerindra, posisi Dasco bukan kaleng-kaleng. Tapi yang bikin menarik, dia justru nggak pernah terlihat ikut-ikutan keributan yang sering jadi sarapan harian di media sosial. Dalam banyak isu panas, Dasco lebih memilih jalur sunyi. Bukan karena malas ribut, tapi karena tahu kapan waktu yang tepat untuk buka suara.
Ingat kasus tarik-ulur soal empat pulau antara Aceh dan Sumut? Banyak politisi langsung naik tensi, tapi Dasco malah ngajak duduk bareng dan diskusi konstitusi. Alih-alih bawa bensin ke api, dia malah bawa galon buat nyiram bara konflik.
Menurut Haidar, gaya seperti ini langka. Di saat banyak politisi berlomba-lomba tampil galak demi “nampak kuat”, Dasco justru percaya bahwa kekuatan sejati itu ya yang bisa meredakan.
Muncul Bukan Pas Viral, Tapi Pas Dibutuhkan
Dasco juga bukan tipe pejabat yang cuma muncul waktu tanggal merah atau pas ada kamera TV. Di Hari Lahir Pancasila, ia menyuarakan pesan penting: bahwa nilai Pancasila harus dipraktikkan, bukan cuma dipidatokan. Pada Hari Buruh, ia nongkrong bareng serikat pekerja, dengerin keluh kesah mereka—bukan buat janji kosong, tapi cari solusi nyata.
Dan yang bikin Haidar makin mantap: saat ada krisis kemanusiaan di Myanmar, Dasco ikut mendorong opsi penyelamatan WNI lewat operasi non-perang. Politik luar negeri, tapi tetap dibawa dengan cara yang waras dan manusiawi.
Kalem Tapi Nggak Cemen
Sebagai orang kepercayaan Prabowo Subianto dan pengendali partai dari dalam, Dasco ini ibarat rem tangan di tengah mobil politik yang ngebut. Nggak kelihatan mencolok, tapi fungsinya vital. Ia menjaga agar DPR tetap produktif, partai tetap solid, dan jalannya pemerintahan tetap lurus sesuai konstitusi.
Ia juga nggak gampang tergoda dengan popularitas jangka pendek. Saat isu tentang duta besar, pengawasan ibadah haji, hingga narasi ulang sejarah nasional muncul, Dasco tetap adem. Bukan pasif, tapi penuh perhitungan. Politik nggak harus bikin gaduh, begitu kira-kira falsafahnya.
Saat Dunia Diisi Pemimpin Tukang Ngamuk, Dasco Justru Kalem Tapi Jalan
Di tengah globalisasi yang penuh pemimpin dengan gaya main gampar, main gertak, atau main drama, Dasco bisa jadi anomali yang menyenangkan. Haidar menyebut, di masa seperti ini, dunia butuh lebih banyak pemimpin yang nggak cuma kuat, tapi juga bisa diajak mikir dan ngobrol logis.
Dasco adalah bukti bahwa politik nggak harus tegang terus-terusan. Bahwa berpolitik nggak selalu soal menang debat, tapi soal merawat sistem dan kepercayaan publik. Dan bahwa kerja diam-diam, bisa berdampak lebih dari sekadar headline satu hari.
Bukan Superman, Tapi Konsisten
Haidar jujur mengakui, Dasco bukan tokoh yang sempurna. Tapi konsistensinya menjaga ketenangan, kestabilan, dan moralitas politik—itulah yang layak dicontoh. Ia nggak perlu tiap hari open mic, tapi suaranya didengar. Nggak tampil nyolot, tapi kebijakannya punya dampak.
Singkatnya: Sufmi Dasco Ahmad bukan politikus bintang sinetron. Dia lebih mirip engineer politik. Nggak kelihatan di layar, tapi tahu di mana baut-baut negara ini harus dikencengin. (VAN)