PRABA INSIGHT- Biasanya, kalau yang kedaluwarsa itu mie instan atau minyak goreng, paling banter bikin sakit perut.
Tapi kalau yang kedaluwarsa adalah peluru, granat, dan mortir? Hasilnya bisa bikin satu kampung trauma, belasan orang kehilangan nyawa, dan negara ikut panik. Persis seperti yang terjadi di Cibalong, Garut Selatan.
Ledakan besar terjadi saat TNI tengah melakukan pemusnahan rutin amunisi yang sudah “tua”.
Tapi alih-alih meledak sesuai skenario, amunisi itu malah meledak lebih dulu, tanpa aba-aba, tanpa komando. Seolah-olah ia bosan terlalu lama disimpan, lalu memilih meledak dengan caranya sendiri.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, menjelaskan bahwa yang meledak bukan sembarang peluru.
Ini “menu lengkap” gudang amunisi: dari peluru kaliber 5.56 dan 7.62 mm, granat tangan, mortir, sampai peluru senapan S1. Istilahnya, ini gudang bukan mainan.
Pemusnahan dilakukan di tiga lubang tanah. Dua lubang pertama sukses. Tapi di lubang ketiga, saat tim sedang menyusun detonator, BOOM!.. ledakan besar terjadi, menewaskan 13 orang di lokasi.
Yang bikin miris, tak hanya prajurit yang gugur. Sembilan warga sipil juga ikut jadi korban.
Entah karena ikut membantu, entah karena berada terlalu dekat. Yang jelas, tragedi ini seperti memberi sinyal bahwa ada yang salah dalam urusan keselamatan prosedur.
Para korban dari TNI yang gugur:
1. Kolonel Cpl Antonius Hermawan
2. Mayor Cpl Anda Rohanda
3. Koptu Eri
4. Pratu Aprio
Sembilan warga sipil yang ikut jadi korban:
1. Agus bin Kasmin
2. Ivan
3. Anwar bin Iman
4. Iyus Ibing
5. Dadang
6. Rizal
7. Rustiawan
8. Endang
9. Toto
Semua jenazah telah dievakuasi ke RSUD Pameungpeuk. Tapi duka mereka tak selesai di kamar mayat.
Tragedi ini menimbulkan pertanyaan yang lebih dalam: mengapa amunisi kedaluwarsa bisa seberbahaya itu? Dan kenapa warga sipil bisa sampai berada di lokasi yang semestinya steril?
Menurut Brigjen Mahmuddin, investigasi menyeluruh sedang dilakukan oleh TNI AD.
Tapi publik butuh lebih dari sekadar investigasi. Kita butuh jaminan bahwa ledakan seperti ini tak akan jadi rutinitas tahunan.
Kalau amunisi sudah expired, dia tak hanya berhenti jadi barang militer. Ia berubah jadi ancaman laten.
Dan saat sistem pengamanan longgar, tragedi semacam ini tinggal tunggu waktu. Ironisnya, pemusnahan yang seharusnya bikin aman, malah menebar maut.
Semoga ke depan, yang diledakkan bukan nyawa rakyat, melainkan pola lama yang penuh celah.