Menu

Mode Gelap
QRS Travel Ungkap Dirugikan Rp1,2 Miliar oleh PB HMI, Sebut Tak Ada Itikad Baik “Fakta Kelam di Balik Hari Anak Nasional: 15 Ribu Anak Jadi Korban Kekerasan Sepanjang 2025” “Main Bola Disorot, Main Cinta Dihina, Hokky Caraka Ngamuk, Netizen Kena Somasi!” Fenomena Guru PPPK Menggugat Cerai Suami Usai Diangkat: Benarkah Karena Gaji? Pengangguran Turun dan Investasi Naik, Ini Klaim Prabowo di Kongres PSI Guru Honorer Ini Harus Bayar Rp12,5 Juta, Ternyata Orang Tua Murid Caleg Gagal

Prabers

“Judi Online: Industri Gelap yang Ditoleransi Diam-diam?”

badge-check


					Foto ilustrasi (prabainsight/Ai) Perbesar

Foto ilustrasi (prabainsight/Ai)

PRABA INSIGHT- Judi online di Indonesia kini jadi topik panas yang terus bergema. Di depan kamera, pejabat negara sibuk menunjukkan taring. Tapi publik makin sadar: ada yang ganjil. Kalau memang perang melawan judi online sudah dimulai bertahun-tahun lalu, kenapa situsnya justru makin menjamur?

Menurut data Kominfo per Mei 2025, sudah lebih dari 2,1 juta konten judi online diblokir sejak 2022.

Tapi situs-situs baru tetap muncul seolah tak ada kapoknya. Mirisnya, sebagian besar platform tersebut terhubung ke jaringan internasional yang beroperasi dari Filipina, Kamboja, hingga beberapa negara Eropa Timur.

Laporan terbaru dari Interpol dan PPATK mengungkap bahwa sebagian besar situs judi online yang aktif di Indonesia dikelola oleh sindikat lintas negara, memanfaatkan server di luar negeri dan metode pembayaran berbasis kripto untuk menghindari pelacakan.

Bahkan, ditemukan bukti bahwa beberapa situs tersebut terhubung ke jaringan pencucian uang internasional yang juga mendanai kejahatan lain, termasuk narkotika dan perdagangan manusia.

Transaksi melalui platform ini tak main-main. Pada 2024 saja, PPATK mencatat perputaran uang hingga Rp327 triliun.

Sebagian besar dana tersebut kabarnya tidak mengalir kembali ke ekonomi nasional, melainkan disedot ke pusat operasi di luar negeri. Dengan kata lain, ini bukan sekadar perjudian digital, tapi penyedotan dana rakyat secara sistematis dan lintas batas.

Celakanya, analisis digital forensik juga menunjukkan bahwa ada keterlibatan aktor dalam negeri, mulai dari oknum aparat sampai elite politik, yang berperan sebagai “penjaga gerbang”. Mereka memfasilitasi operasional jaringan ini dengan imbalan tertentu. Maka tak heran, walaupun ribuan situs diblokir, tetap saja muncul yang baru dengan tampilan lebih canggih.

Korban paling nyata dari semua ini adalah masyarakat kecil. Anak muda jadi target empuk, dengan iklan agresif yang menyasar media sosial dan platform streaming. Saat mereka terjebak, yang muncul justru narasi moralistik dari negara, tanpa menyentuh akar persoalan: judi online sudah jadi industri global yang diam-diam ditoleransi.

Untuk menghadapi masalah ini, pendekatannya tak bisa lagi lokal. Pemerintah harus bekerja sama secara aktif dengan otoritas global seperti Interpol, Europol, dan lembaga keuangan internasional untuk memutus rantai transaksionalnya. Kalau tidak, kita akan terus melihat drama yang sama: rakyat disalahkan, sementara dalang sesungguhnya bebas melenggang.

 

Penulis : Abdullah Kelrey (Founder Nusa Ina Connection)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Capek, Lihat Pemimpin Cuma Jago Webinar? Akademi SaDaya Hadir Bikin Pemimpin Sosial yang Mau Kerja, Bukan Cuma Ceramah

8 Juli 2025 - 06:01 WIB

“Ngaku Foodies? Buktiin di Rumah Indofood Jakarta Fair 2026: Ada Duel Masak Dadakan Sampai Warmindo Terluas!”

3 Juli 2025 - 19:07 WIB

“Sejarah Tahun Baru Islam: Dari Umar bin Khattab, Bid’ah, Berkah, dan Caption Galau Hijrah”

28 Juni 2025 - 14:26 WIB

“Pak Prabowo, Saatnya Cabut Kabel Sistem Lama: Jangan Biarkan Indonesia Jadi Negara Kaya Rasa Miskin”

28 Juni 2025 - 08:38 WIB

Hotel Dalam Bayang Efisiensi: Antara Tekanan dan Harapan

27 Juni 2025 - 07:30 WIB

Trending di Prabers