PRABA INSIGHT – Sejarah biasanya menuliskan nama besar para jenderal, lengkap dengan bintang, tanda jasa, dan gelar Pahlawan Revolusi. Tapi jarang yang menyoroti kisah mereka yang ditinggalkan. Salah satunya adalah Julie Suparti, perempuan tangguh di balik nama Letjen Raden Suprapto.
Letjen Suprapto bukan sembarang perwira. Ia dikenal sederhana, berjiwa patriot, dan dekat dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Tapi takdir berkata lain. Dini hari 1 Oktober 1965, rumahnya kedatangan tamu tak diundang: pasukan Cakrabirawa. Alasannya, sang jenderal dipanggil Presiden Soekarno. Tanpa sempat mengenakan pakaian dinas, Suprapto pergi dengan piyama dan sarung. Julie hanya bisa melepas, dengan hati penuh tanya.
Kenyataan pahit pun menyusul. Suprapto tak pernah kembali. Ia dibawa ke Lubang Buaya, dan di situlah nyawanya direnggut bersama para jenderal lain, korban kekejaman G30S PKI.
Pagi itu, sahabatnya Karlinah Umar Wirahadikusumah istri Mayjen Umar Wirahadikusumah sempat datang. Tapi yang ditemuinya hanya Julie dengan wajah bingung, masih mencari jawaban yang tak kunjung datang.
Tragedi itu mengubah hidup Julie selamanya. Ia mendadak harus menjadi ibu tunggal untuk lima anak: Ratna Purwati, Sri Lestari, Pudjadi Setiadharma, Asung Pambudi, dan Arif Prihadi Ajidharma. Kehilangan sosok suami yang jadi tulang punggung keluarga, Julie terpaksa memikul beban sendiri.
Namun Julie tidak menyerah. Ia berjuang dengan cara yang mungkin terlihat sederhana tapi penuh keberanian: berjualan batik, bikin kue, dagang es mambo ke anak sekolah, hingga menanam anggrek untuk dijual. Semua demi menyambung hidup dan memastikan anak-anaknya tetap tumbuh dengan cinta dan harapan.
Letjen Suprapto kini bersemayam di Taman Makam Pahlawan Kalibata, namanya tercatat dalam sejarah sebagai Pahlawan Revolusi. Tapi Julie Suparti dengan segala luka dan keteguhannya adalah simbol lain yang tak kalah penting. Simbol tentang bagaimana perempuan Indonesia bisa tetap berdiri, bahkan ketika sejarah merenggut segalanya.
Karena di balik nama besar para pahlawan, ada keluarga yang diam-diam ikut berkorban. Ada istri yang menanggung sepi, ada anak-anak yang tumbuh dengan kehilangan. Dan ada Julie Suparti, yang dengan tabah menjadikan duka sebagai bahan bakar untuk terus hidup.
Penulis : Ris Tanto