Menu

Mode Gelap
Polisi: Diplomat Arya Daru Tak Dibunuh, Tapi Luka-Luka di Tubuhnya Bikin Merinding ‘Kenali, Pahami, Empati’: Album Baru SIVIA yang Dibumbui Amarah dan Proses Menjadi Manusia Kenalkan Padel dan Sepatu Baru, Begini Strategi ASICS Garap Pasar Anak Muda Indonesia Vanenburg Dicoret dari SEA Games 2025, PSSI Ungkap Alasannya QRS Travel Ungkap Dirugikan Rp1,2 Miliar oleh PB HMI, Sebut Tak Ada Itikad Baik “Fakta Kelam di Balik Hari Anak Nasional: 15 Ribu Anak Jadi Korban Kekerasan Sepanjang 2025”

News

Mahasiswa Sandera Intel Polisi: Ketika Demokrasi Disulap Jadi Ajang Persekusi ala Preman Pasar

badge-check


					Ketua Gerakan Pemerhati Kepolisian (GPK) Abdullah Kelrey bahkan menyebut aksi tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat demokrasi. (Foto: Ist) Perbesar

Ketua Gerakan Pemerhati Kepolisian (GPK) Abdullah Kelrey bahkan menyebut aksi tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat demokrasi. (Foto: Ist)

PRABA INSIGHT-May Day, yang seharusnya jadi panggung solidaritas dan perjuangan kelas pekerja, malah berubah jadi drama penyanderaan intel polisi oleh mahasiswa di Semarang. Bukannya orasi, yang terjadi malah aksi intimidasi. Bukan lawan oligarki, yang diserang justru sesama rakyat sipil berpakaian preman.

Dalam video yang diunggah akun Instagram @aliansimahasiswapenggugat, terlihat seorang pria berbaju hitam dikerubungi dan diinterogasi secara agresif oleh sekelompok mahasiswa.

Pria itu disebut-sebut sebagai anggota intel kepolisian yang sedang bertugas memantau aksi.

Tak butuh waktu lama, adegan “main hakim sendiri” ini langsung panen kecaman. Gerakan Pemerhati Kepolisian (GPK) bahkan menyebut aksi tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat demokrasi.

“Ini sudah bukan lagi demonstrasi, tapi demonstrasi kebringasan,” tegas Abdullah Kelrey, Ketua GPK. Ia menambahkan bahwa intel polisi bukan musuh rakyat, tapi bagian dari sistem keamanan yang justru mengawal jalannya demonstrasi agar tetap aman dan kondusif.

Kelrey juga menggarisbawahi bahwa penyanderaan terhadap aparat negara, siapa pun itu, merupakan tindakan melanggar hukum dan tidak bisa dibenarkan, apalagi dibungkus dengan narasi “perlawanan”.

Yang bikin dahi makin berkerut, dalam video tersebut terdengar suara mahasiswa yang menyuruh kawannya pakai masker supaya wajahnya tidak dikenali. Bukan karena takut COVID-19, tapi lebih mirip gaya film-film perampokan. Si intel pun sempat dicap “pengkhianat gerakan”, meskipun tidak ada bukti bahwa dia melakukan provokasi.

“Kalau gerakan mahasiswa berubah menjadi eksekutor persekusi, lalu di mana letak intelektualitasnya? Jangan-jangan yang dibela cuma ego, bukan rakyat,” sindir Kelrey.

Ia menegaskan bahwa peristiwa ini harus jadi tamparan keras bagi aktivisme mahasiswa.

Demokrasi itu soal adu gagasan, bukan adu jotos. Kalau aparat negara disandera hanya karena mencurigakan, lalu apa bedanya dengan aparat yang main tangkap?

Alih-alih membawa semangat perubahan, aksi tersebut justru jadi contoh betapa mudahnya idealisme berubah menjadi kekerasan massal yang tak beradab. “Bukan lagi reformasi, tapi deformasi,” tutup Kelrey.


Penulis : Ristanto 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

QRS Travel Ungkap Dirugikan Rp1,2 Miliar oleh PB HMI, Sebut Tak Ada Itikad Baik

28 Juli 2025 - 07:37 WIB

“Fakta Kelam di Balik Hari Anak Nasional: 15 Ribu Anak Jadi Korban Kekerasan Sepanjang 2025”

23 Juli 2025 - 02:15 WIB

Pengangguran Turun dan Investasi Naik, Ini Klaim Prabowo di Kongres PSI

22 Juli 2025 - 11:11 WIB

Investigasi, Pesta Pernikahan Anak KDM Berujung Duka: Tiga Tewas, Polisi Selidiki Unsur Kelalaian

19 Juli 2025 - 04:57 WIB

Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun, Saut Menangis, Anies Terdiam

18 Juli 2025 - 14:22 WIB

Trending di News