PRABA INSIGHT – Jakarta –Di negeri ini, jadi pengemudi online kadang mirip jadi karakter video game: disuruh kerja keras, tapi levelnya makin hari makin susah, sementara hadiahnya makin kecil. Selasa, 9 September 2025, para pengemudi yang sudah jengah dengan kondisi itu akhirnya datang ke DPR lewat wadah Aliansi Pengemudi Online Bersatu (APOB).
Lewat juru bicara mereka, Om Yudi, para driver ini menyampaikan tuntutan langsung ke Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dengan disaksikan Rieke Dyah Pitaloka dari Fraksi PDI Perjuangan. Lengkap dengan dukungan kawan-kawan serikat pekerja: dari SPAI, SEPETA, SPPD, SPASI, sampai Serikat Pekerja Maluku. Saking banyaknya, gedung DPR hari itu rasanya macam Avengers versi ojol.
Isi tuntutannya? Lima poin sederhana tapi sangat logis:
- Potongan aplikator maksimal 10 persen.
- Tarif jelas, bukan tebak-tebakan kayak undian berhadiah.
- Jaminan sosial untuk driver biar kalau sakit nggak cuma bisa ngutang di warung.
- Tata kelola transportasi online jangan dimonopoli pusat, beri ruang juga ke daerah.
- Hapus program aplikator yang absurd—mulai dari aceng, henat, sampai slot—yang bikin kerja ojol mirip main judi online.
Menurut Om Yudi, kebijakan aplikator itu persis seperti janji cashback di marketplace: kelihatannya manis, tapi pas dijalani malah bikin rugi. Bayangkan, driver sudah banting tulang di jalan, pulang-pulang malah dipaksa ikut “event slot” biar dapat bonus. Lah, ojol ini profesi, bukan konten live streaming judi.
APOB menegaskan, ini bukan cuma soal cuan, tapi juga soal martabat. “Kami ini pekerja transportasi, bukan pion-pion dalam eksperimen fitur aplikator yang penuh trik,” kata Yudi.
Pertemuan ditutup dengan salam khas: “Salam kepal perlawanan.” Sebuah peringatan, kalau suara pengemudi masih dianggap angin lalu, jangan kaget kalau suatu saat aplikator akan benar-benar ditinggalkan. Karena buat apa ada aplikasi canggih, kalau yang di belakang setir terus-terusan diperlakukan seperti robot tanpa harga diri? (Van)