PRABA INSIGHT – Jakarta – Kabar baik sekaligus bikin nyengir datang dari Bank Indonesia (BI). Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per Juli 2025 tercatat US$ 432,5 miliar atau Rp 7.082,2 triliun (kurs Rp 16.375). Angka ini memang masih sama-sama bikin kaget kalau ditulis pakai nol semua, tapi ya lumayan lah, karena lebih rendah dibanding Juni 2025 yang nyampe US$ 434,1 miliar.
Jadi, istilahnya: utang kita turun tipis. Kayak gaji yang naik seribu perak, nggak terasa tapi bisa dibilang ada progres.
Secara tahunan, pertumbuhan ULN juga melambat. Dari 6,3% (yoy) di Juni jadi 4,1% (yoy) di Juli. Menurut BI, hal ini karena utang pemerintah ngerem sedikit, plus si Dolar AS lagi sok kuat bikin Rupiah ngos-ngosan.
“Posisi ULN pemerintah pada Juli 2025 tercatat sebesar US$ 211,7 miliar, tumbuh 9,0% (yoy), lebih rendah dibanding 10,0% (yoy) pada Juni 2025,” kata Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Senin (15/9/2025).
Denny juga menambahkan, perlambatan ini dipicu karena pinjaman luar negeri dan surat utang pemerintah nggak sekencang sebelumnya. Tapi BI meyakinkan, semuanya masih dikelola dengan cermat, terukur, dan akuntabel. Utang ini dipakai buat hal-hal produktif: kesehatan, pendidikan, pertahanan, konstruksi, sampai transportasi. Jadi, tenang, nggak dipakai buat beli skin Mobile Legends.
Yang bikin adem, 99,9% dari utang pemerintah ini jangka panjang. Artinya, cicilan nggak harus ditagih kayak bayar kosan tiap bulan.
Bagaimana dengan swasta? Nah, ULN swasta masih kontraksi. Angkanya di Juli 2025 tetap di kisaran US$ 195,6 miliar. Pertumbuhannya minus 0,3% (yoy), sama kayak bulan sebelumnya. Bedanya, utang perusahaan nonkeuangan makin nyusut 1,2% (yoy), sementara utang lembaga keuangan malah naik 3,6% (yoy).
Sektor yang paling banyak nyumbang utang swasta? Masih sama: industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, listrik dan gas, plus pertambangan. Totalnya sampai 80,4% dari keseluruhan utang swasta.
Walaupun angka ULN bikin jidat berkerut kalau dihitung dengan kalkulator HP, BI bilang struktur utang kita tetap sehat. Buktinya, rasio ULN terhadap PDB turun dari 30,5% jadi 30,0%. Lagi-lagi, utang jangka panjang mendominasi 85,5%. Jadi kalaupun gede, tenang, ini utang panjang ibaratnya kayak KPR, bukan paylater.
BI dan pemerintah juga janji terus ngawal biar utang ini nggak bikin ekonomi megap-megap. “Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian,” ujar Denny.
Penulis : Deny Darmono | Editor: Irfan