Menu

Mode Gelap
“Bau Tak Sedap di Balik Sidang Etik Notaris Riau: Sekretaris MPW Diduga “Main Mata” “Kisah Sari Menemui Nyi Roro Kidul dan Menukar Dirinya Demi Adiknya yang Hilang” “GBK Bergetar, Tiongkok Gemetar: Gol Romeny Cetak Sejarah Baru” MIND ID & PT Timah Gagas Tambang Timah Laut Lebih Rapi: Ada Kemitraan, Ada MCOS Sustainibox dari MIND ID: Ketika Suvenir Pameran Bisa Bikin Kamu Mikirin Masa Depan Bumi Dulu Meracik Bom, Sekarang Meracik Kopi: Perjalanan Umar Patek yang Bikin Geleng-geleng Kepala

Prabers

“Judi Online: Industri Gelap yang Ditoleransi Diam-diam?”

badge-check


					Foto ilustrasi (prabainsight/Ai) Perbesar

Foto ilustrasi (prabainsight/Ai)

PRABA INSIGHT- Judi online di Indonesia kini jadi topik panas yang terus bergema. Di depan kamera, pejabat negara sibuk menunjukkan taring. Tapi publik makin sadar: ada yang ganjil. Kalau memang perang melawan judi online sudah dimulai bertahun-tahun lalu, kenapa situsnya justru makin menjamur?

Menurut data Kominfo per Mei 2025, sudah lebih dari 2,1 juta konten judi online diblokir sejak 2022.

Tapi situs-situs baru tetap muncul seolah tak ada kapoknya. Mirisnya, sebagian besar platform tersebut terhubung ke jaringan internasional yang beroperasi dari Filipina, Kamboja, hingga beberapa negara Eropa Timur.

Laporan terbaru dari Interpol dan PPATK mengungkap bahwa sebagian besar situs judi online yang aktif di Indonesia dikelola oleh sindikat lintas negara, memanfaatkan server di luar negeri dan metode pembayaran berbasis kripto untuk menghindari pelacakan.

Bahkan, ditemukan bukti bahwa beberapa situs tersebut terhubung ke jaringan pencucian uang internasional yang juga mendanai kejahatan lain, termasuk narkotika dan perdagangan manusia.

Transaksi melalui platform ini tak main-main. Pada 2024 saja, PPATK mencatat perputaran uang hingga Rp327 triliun.

Sebagian besar dana tersebut kabarnya tidak mengalir kembali ke ekonomi nasional, melainkan disedot ke pusat operasi di luar negeri. Dengan kata lain, ini bukan sekadar perjudian digital, tapi penyedotan dana rakyat secara sistematis dan lintas batas.

Celakanya, analisis digital forensik juga menunjukkan bahwa ada keterlibatan aktor dalam negeri, mulai dari oknum aparat sampai elite politik, yang berperan sebagai “penjaga gerbang”. Mereka memfasilitasi operasional jaringan ini dengan imbalan tertentu. Maka tak heran, walaupun ribuan situs diblokir, tetap saja muncul yang baru dengan tampilan lebih canggih.

Korban paling nyata dari semua ini adalah masyarakat kecil. Anak muda jadi target empuk, dengan iklan agresif yang menyasar media sosial dan platform streaming. Saat mereka terjebak, yang muncul justru narasi moralistik dari negara, tanpa menyentuh akar persoalan: judi online sudah jadi industri global yang diam-diam ditoleransi.

Untuk menghadapi masalah ini, pendekatannya tak bisa lagi lokal. Pemerintah harus bekerja sama secara aktif dengan otoritas global seperti Interpol, Europol, dan lembaga keuangan internasional untuk memutus rantai transaksionalnya. Kalau tidak, kita akan terus melihat drama yang sama: rakyat disalahkan, sementara dalang sesungguhnya bebas melenggang.

 

Penulis : Abdullah Kelrey (Founder Nusa Ina Connection)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Sustainibox dari MIND ID: Ketika Suvenir Pameran Bisa Bikin Kamu Mikirin Masa Depan Bumi

5 Juni 2025 - 06:05 WIB

Lagu Nuansa Bening Kini Jadi Nuansa Pening: Vidi Aldiano di gugatan Rp24,5 M dan Rumah Pribadinya Terancam di sita

4 Juni 2025 - 07:47 WIB

Kasus Pemerasan 4 Miliar Nikita Mirzani dan Assistennya Siap disidangkan

2 Juni 2025 - 08:12 WIB

“Mitra Ojol: Budak Digital di Era Goodwill”

28 Mei 2025 - 18:20 WIB

Miss England Cabut dari Miss World: “Kami Disuruh Ngobrol Sama Pria Kaya, Seperti Pelacur Bermahkota”

27 Mei 2025 - 09:14 WIB

Trending di Prabers