PRABA INSIGHT – Piala Dunia 2026 zona Asia seharusnya jadi ajang pembuktian. Tapi buat Timnas Indonesia, laga kontra Jepang tadi malam (Selasa, 10 Juni 2025) malah jadi ajang pembantaian berencana.
Skor akhir? 6-0 untuk Jepang. Dan jangan salah, itu bukan skor agregat dua leg. Itu satu pertandingan. Satu malam. Satu horor nasional.
Jepang Nyerang, Indonesia Ngelamun
Laga baru dimulai, tapi pressing Jepang udah bikin Indonesia seperti mahasiswa yang lupa deadline skripsi.
Di menit 15, Daichi Kamada nyundul masuk gol pertama. Lalu Takefusa Kubo pemain muda rasa Shinobi menambah gol kedua di menit 19.
Kamada balik lagi di menit injury time babak pertama, bawa Jepang unggul 3-0.
Kita? Baru bikin satu tembakan, itu pun bisa jadi lebih berbahaya buat penonton di tribun daripada ke gawang lawan.
Babak Kedua: Jepang Gas Pol, Indonesia Mati Gaya
Bukannya bertahan dengan sisa harga diri, Indonesia malah makin kebobolan. Jepang tambah tiga gol lagi lewat Ryoya Morishita (55’), Shuto Machino (58’), dan Mao Hosoya (87’).
Semua dengan gaya dan ketenangan seperti lagi latihan teknik dasar, bukan pertandingan internasional.
Pertahanan kita bolong-bolong seperti jalanan habis dilewati truk tambang. Formasi berubah-ubah, tapi hasil tetap: bola masuk, masuk, masuk.
Cedera Datang, Harapan Hilang
Nahasnya, dua pemain kita Kevin Diks dan Yakob Sayuri ditarik keluar karena cedera.
Rasanya kayak nonton film horor, lalu tahu aktor utamanya juga sakit di tengah syuting. Strategi Coach Kluivert langsung berantakan.
Nggak cuma skor yang hancur, tapi juga keseimbangan tim. Jepang pun pesta pora seperti baru selesai Ujian Nasional.
Indonesia Ada di Mana?
Setelah laga ini, Indonesia resmi jadi juru kunci Grup C. Sementara Jepang makin nyaman di puncak dan lolos ke ronde berikutnya dengan gaya.
Kita? Sepertinya harus balik ke realitas: Asia bukan cuma ASEAN.
Reaksi Netizen: Sakit Tapi Jujur
Jagat Twitter dan Instagram banjir komentar satir.
“Main kayak baru diajarin offside dua hari lalu.”
“Jepang ngajarin kita apa artinya sepak bola sesungguhnya.”
“Ini bukan sekadar kalah, ini kayak presentasi di depan dosen killer tanpa bawa slide.”
Tapi yang paling bijak mungkin yang ngetik,
“Kalau mau naik level, jangan cuma jago narasi. Jago main bola juga.”
Evaluasi: Jangan Cuma Jadi Negara Viral
Kekalahan ini semestinya jadi tamparan keras, bukan bahan konten TikTok.
Kalau serius mau ke Piala Dunia, pembinaan harus dimulai dari umur 10 tahun, bukan 30 tahun.
Jangan cuma jago ngegolin lawan Filipina lalu langsung ngaku tim masa depan Asia.
Bola itu bundar, tapi rasa kecewa malam ini rasanya seperti bujangan ditinggal pas tunangan. Pahit, malu, tapi tetap harus belajar.
Penulis : Ristanto | Editor : Irfan