PRABA INSIGHT- Drama politik dan hukum kembali memanas. Kali ini panggung utamanya ada di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dengan aktor utamanya: Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan era 2015-2016.
Dalam pleidoi yang dibacakannya pada Rabu (9/7/2025), Tom tak sekadar membela diri. Ia justru membuka tabir bagaimana, menurutnya, aparat penegak hukum bisa berubah jadi jebakan betmen bagi orang-orang yang dianggap lawan politik.
“Dalam pengalaman bulan terakhir, saya mengalami langsung bagaimana caranya aparat kita menjebak dan menjerat targetnya,” kata Tom, lantang. Bukan cuma jebakan, Tom juga bilang ada praktik memelintir aturan hukum demi menyesuaikan tuduhan dengan skenario yang sudah dirancang sebelumnya.
Lebih lanjut, Tom menuding ada upaya sistematis untuk menggiring opini publik, bahkan sebelum pengadilan memutuskan apa-apa. Fakta dan kronologi, katanya, dipelintir sedemikian rupa sampai publik percaya targetnya bersalah, bahkan sebelum sempat buka mulut di ruang sidang. “Targetnya sudah diadili oleh opini publik sebelum ada proses hukum yang fair dan obyektif,” ujar Tom, pasrah tapi pedas.
Tom juga tak ragu buka-bukaan soal motif politik di balik perkara ini. Ia mengaku jadi target kriminalisasi karena pilihannya mendukung Anies Baswedan di Pilpres 2024. Keputusan yang, menurutnya, bikin gerah penguasa saat ini. “Sinyal dari penguasa sangat jelas: saya bergabung ke oposisi, maka saya terancam dipidana,” kata Tom, sembari menambahkan, “Dan sinyal itu semakin jelas bagi semua, pada hari ini.”
Sebagai catatan, jaksa menuding Tom menerbitkan 21 izin impor gula yang katanya menyalahi aturan. Perbuatannya dianggap bikin negara merugi hingga Rp 578 miliar, sekaligus menguntungkan kantong para pengusaha gula swasta. Jaksa pun menuntut Tom dihukum 7 tahun penjara plus denda Rp 750 juta, subsidair 6 bulan kurungan.(Van)