PRABA INSIGHT – Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang biasanya dipenuhi deretan pengacara dan pejabat bermuka datar, pada Rabu, 21 Mei 2025, kedatangan tamu tak biasa: sekelompok mahasiswa bersuara lantang dari Komite Mahasiswa dan Pemuda (KMP) NTB Jakarta.
Mereka datang bukan untuk sekadar berfoto dengan logo KPK, tapi untuk menyerukan tuntutan yang bisa membuat beberapa pejabat Kota Bima ketar-ketir.
Ahmad Andi, selaku koordinator aksi, tampil seperti jaksa dadakan. Ia meminta KPK untuk segera menciduk tiga nama besar yang disebut-sebut telah menggergaji uang negara: Ketua DPRD Kota Bima Syamsuri, Kepala Dinas Sosial Yuliana, dan Sekda Kota Bima Muhtar.
Ketiganya diduga main bareng dalam praktik klasik nan tetap laris: Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme alias KKN.
“Kami punya bukti bahwa CV. Adelia, milik anak dari Ketua DPRD Syamsuri, terlibat dalam proyek Letter U Primer di bawah payung proyek Nufreep.
Dan nama-nama yang berperan aktif dalam proyek itu: Syamsuri, Yuliana, dan Muhtar,” ungkap Andi dengan penuh keyakinan di hadapan media.
Jika kisah ini diangkat jadi sinetron, maka Syamsuri dan Yuliana bisa jadi pemeran utama pasangan dinasti politik lokal.
Pasangan suami istri ini, menurut Andi, tak hanya romantis di rumah, tapi juga kompak dalam memanfaatkan jabatan demi melanggengkan praktik KKN.
Tak cukup sampai di situ, Sekda Muhtar disebut-sebut sebagai tangan kanan administratif yang memuluskan tambang ilegal galian C milik Syamsuri.
“Padahal, tambang tersebut tidak mengantongi izin sama sekali,” tegas Andi, yang menyebut mereka sebagai sindikat korupsi yang merugikan negara secara sistematis.
KMP NTB Jakarta mengklaim telah mengantongi data yang menunjukkan peran sentral Muhtar dalam sejumlah dugaan korupsi.
“Sekda adalah gerbang administratif pemerintahan. Jika ia diam, maka korupsi itu bisa berjalan tanpa hambatan. Dan ini bukan sekadar dugaan kosong,” ujar Andi.
Andi menyebut praktik yang mereka soroti tak lain dari bentuk pencucian uang yang terorganisir, mulai dari tambang ilegal, penyalahgunaan anggaran bansos, hingga proyek infrastruktur yang digarap oleh perusahaan milik kerabat pejabat.
“Semua ini mengarah pada praktik KKN akut di Kota Bima. Kami minta KPK jangan tutup mata,” tutupnya.
Penulis : Bram