PRABA INSIGHT- Di tengah suhu Timur Tengah yang makin panas bukan karena matahari, tapi karena rudal dan ego para penguasa, Hizbullah akhirnya buka suara.
Lewat pernyataan khas gaya Timur Tengah yang diplomatis tapi pedas, mereka menegaskan satu hal penting: “Kami tidak netral.”
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Naim Qassem, pemimpin Hizbullah saat ini.
Ia merespons peringatan dari Utusan Khusus AS untuk Suriah yang (dengan gaya khas Amerika) menyarankan agar Hizbullah jangan ikut-ikutan dalam konflik Israel-Iran yang makin runcing.
“Kami akan bertindak sesuai yang kami anggap tepat dalam menghadapi agresi brutal Israel-Amerika ini,” kata Qassem, dalam pernyataan resmi yang dikutip AFP, Jumat (20/6/2025).
Kalimatnya mungkin terdengar sopan, tapi maksudnya jelas: Hizbullah siap terlibat kalau situasi makin kacau.
Dari Dendam Lama ke Konflik Baru
Untuk yang belum update geopolitik, Hizbullah bukan pemain baru. Mereka dikenal sebagai proksi Iran di kawasan, khususnya di Lebanon.
Akhir 2024 lalu, ketegangan meningkat setelah Israel membunuh Hassan Nasrallah, pemimpin karismatik Hizbullah sebelumnya.
Momen itu sebenarnya sempat ditutup dengan janji gencatan senjata. Tapi seperti hubungan toxic, damai cuma di bibir, sementara serangan ke Lebanon selatan tetap jalan terus.
Dan sekarang, di tengah bayang-bayang perang terbuka antara Iran dan Israel, Hizbullah kembali berada di tengah pusaran.
Bedanya, kali ini mereka nggak cuma jadi korban, tapi siap jadi pemain utama di medan laga.
Israel: “Kalau Berani Ganggu, Kami Hilangkan Hizbullah dari Peta”
Pernyataan Hizbullah tadi ternyata bikin telinga Israel panas. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, langsung menanggapi dengan nada yang nggak kalah garang.
“Saya sarankan perwakilan Lebanon berhati-hati dan memahami bahwa Israel telah kehilangan kesabaran terhadap teroris yang mengancamnya,” kata Katz.
Kalimat diplomatis versi Tel Aviv ini ditutup dengan ultimatum yang lebih frontal daripada perang opini di kolom komentar Instagram politikus:
“Jika ada terorisme… tidak akan ada Hizbullah.”
Singkat, padat, dan ancaman level dewa.
Dunia Menahan Napas, Sementara Rakyat Jadi Tumbal
Ketegangan ini bukan sekadar perang kata-kata. Di balik pernyataan resmi dan diplomasi yang kaku, ada jutaan warga sipil yang khawatir rumahnya jadi target drone berikutnya.
Iran dan Israel bukan cuma berperang atas nama ideologi dan geopolitik, tapi juga memperpanjang daftar konflik kawasan yang tak pernah betul-betul selesai.
Dan ketika kelompok seperti Hizbullah menyatakan sikap “tidak netral”, itu artinya peta konflik siap bergeser. Lagi.
Penulis: Deny Darmono | Editor: Ivan