PRABA INSIGHT – TikTok, aplikasi yang bikin orang bisa terkenal hanya dengan goyang dua detik sambil senyum-senyum di depan kamera, lagi-lagi jadi bahan perebutan dua raksasa dunia: Amerika Serikat dan Tiongkok.
Kabar terbaru datang dari Madrid. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, ngumumin kalau Washington dan Beijing akhirnya mencapai framework agreement alias kerangka kesepakatan soal kepemilikan TikTok di Amerika. Singkatnya, ini langkah awal sebelum benar-benar jatuh ke tangan pihak AS.
Kalau sesuai jadwal, Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping bakal ketemu Jumat nanti buat resmi menandatangani kesepakatan itu. Trump, yang belakangan rajin banget update di Truth Social, sudah pamer kalau “pembicaraan berjalan sangat baik.” Tiongkok pun mengonfirmasi adanya kesepakatan, tapi dengan catatan: jangan sampai perusahaan mereka tekor cuma karena politik dagang.
Tapi, namanya juga TikTok, selalu ada “efek samping” yang bikin orang waswas. Sarah Kreps, Direktur Tech Policy Institute Cornell University, ngingetin kalau tanpa aturan jelas, kesepakatan ini bisa jadi cuma formalitas soal kepemilikan. Masalah keamanan tetap rawan kebobolan.
Yang paling bikin deg-degan adalah soal algoritma. Ya, algoritma yang bikin timeline kita penuh video kucing gendut, gosip artis, sampai teori bumi datar itu ternyata dianggap aset vital. Kalau Beijing masih pegang kendali algoritma, artinya potensi bocor data tetap besar.
Jim Secreto, mantan pejabat keamanan nasional AS, bahkan lebih to the point: data pengguna TikTok bisa dipakai untuk ngelatih kecerdasan buatan yang ujung-ujungnya dimanfaatkan buat kepentingan militer atau intelijen Tiongkok. “Kalau masalah keamanan ini bisa diselesaikan, kesepakatan ini akan jadi terobosan besar,” katanya.
Jadi, walaupun TikTok sering kita anggap cuma tempat hiburan buat joget, ternyata di meja perundingan level dunia, ia jadi senjata strategis yang nggak kalah penting dari minyak atau nuklir. (Van)