PRABA INSIGHT- Kalau kamu selama ini merasa ojek online adalah penyelamat hidupmu—mulai dari antar kerja, kirim makanan, sampai jemput pacar yang ngambek—maka kamu perlu tahu: mereka sedang menjerit.
Bukan karena aplikasi ngadat, tapi karena sistem yang (katanya) masih lebih banyak memeras daripada memeluk. Forum Diskusi Transportasi Online Indonesia (FDTOI) angkat suara dan bersiap menggelar aksi besar-besaran di berbagai daerah. Mereka nggak main-main. Tanggal 20 Mei 2025 nanti, bukan cuma Hari Kebangkitan Nasional, tapi juga mau dijadikan Hari Kebangkitan Ojol Nasional.
Kenapa mereka sampai segitunya?
“Kami Bukan Sapi Perah, Kami Mitra yang Juga Punya Hak!”
Para pengemudi ojek online, baik roda dua maupun angkutan sewa khusus (roda empat), merasa sudah terlalu lama jadi ‘pahlawan tanpa payung hukum’. Mereka mengaku berkontribusi besar dalam menggerakkan ekonomi, tapi hak-hak mereka masih terseok di balik regulasi yang katanya “belum nyampe.”
Tarif rendah, sistem kemitraan yang timpang, kuota kendaraan yang dibatasi, sampai regulasi yang absen total untuk layanan antar makanan dan barang. Katanya sih, udah kayak main bola tapi tanpa wasit. Siapa yang paling kuat, dia yang menang. Dan tentu saja, pengemudi yang sering jadi korban.
Empat Tuntutan yang Mengguncang Aspal
Menurut FDTOI, ada empat isu krusial yang harus segera dibereskan:
1. Tarif R2 yang Nggak Pernah Naik-naik
Terakhir naik 2022, padahal UMR udah naik 3 kali. Ini sama aja kayak kamu disuruh kerja lebih keras tapi gaji stagnan. Ngaco, kan?
2. Layanan Makanan & Barang (R2) Tanpa Regulasi
Bayangin, layanan ini justru paling sering dipakai, tapi nggak diatur sama sekali. Aplikator bebas pasang tarif seenaknya. Driver? Ya cuma bisa pasrah.
3. Potongan Aplikasi di ASK (R4) yang Nggak Ada Batasnya
Nggak kayak ojol roda dua yang udah ada batas potongannya, angkutan sewa khusus belum ada aturan jelas. Jadi aplikator bisa potong semaunya. Mau nangis nggak tuh?
4. Perlu Undang-Undang Khusus Transportasi Online
Karena selama ini persoalan ojol kayak dilempar ke sana kemari. Kemnaker bilang bukan ranahnya. Kemenkominfo angkat tangan. Kemenhub juga lempar bola. Ujung-ujungnya? Driver ojol lagi yang jadi tumbal.
Bola Liar Kewenangan Antar Kementerian
Soal regulasi antar makanan dan barang, Kementerian Perhubungan bilang itu tugas Kominfo. Kominfo bilang, “Bukan kami.” Kayak main pingpong. Padahal menurut kajian FDTOI, Kemenhub jelas punya wewenang berdasarkan UU 22/2009 dan Perpres 173/2024. Lantas, kenapa saling lempar.
Suara dari Daerah, Aksi dari Seluruh Penjuru
Aksi ini bukan cuma wacana. Sudah ada 14 titik aksi yang tersebar dari Jakarta, Surabaya, hingga Balikpapan. Komunitas driver ojol di tiap kota bersatu. Nggak lagi bersaing cari orderan, tapi bersatu menyuarakan nasib.
“Bergerak, Serentak, Berdampak”
Pesan FDTOI jelas: jangan cuma diam. Kalau negara belum mau melindungi, maka para driver akan berdiri sendiri. Ini bukan soal sentimen, tapi soal keadilan.
Mereka nggak minta dimanjakan. Mereka cuma mau haknya sebagai bagian dari ekosistem transportasi diakui dan dilindungi.
Kepada Presiden Prabowo, Menteri, dan DPR yang Terhormat…
FDTOI menyampaikan harapannya kepada Presiden dan jajarannya agar mau duduk bersama membahas solusi konkret. Mereka sudah menyiapkan 30 kajian sebagai dasar pembuatan UU Transportasi Online.
Karena bagaimanapun, yang namanya keadilan itu nggak boleh cuma milik mereka yang punya kantor dan jas berdasi. Tapi juga buat yang sehari-hari bergelut di jalanan, mengantar orang, makanan, dan harapan