1. Parangtritis, Jam Tiga Dini Hari
Langit Parangtritis pekat dan dingin. Ombak mendobrak pantai seperti makhluk buas yang kelaparan.
Di ujung bibir pantai, seorang perempuan berdiri membatu. Sari rambutnya tergerai, gaun hijau zamrud menempel di tubuh yang gemetar.
Gaun itu milik adiknya, Nila. Gadis ceria yang hilang dua tahun lalu saat memotret pre-wedding di tempat ini.
Tidak ada mayat. Tidak ada jejak. Hanya sehelai gaun mengambang di laut.
“Orang bilang dia dipanggil Nyi Roro Kidul. Aku tidak percaya… sampai malam ini,” bisik Sari pada angin.
Malam itu, ia datang dengan satu tekad: mencari Nila, atau mengakhiri semua rasa bersalah.
2. Kabut Turun, Waktu Macet
Kabut muncul tiba-tiba. Angin berhenti. Suara jangkrik menguap. Laut membisu.
Sari melangkah pelan ke tengah pasir, kakinya tenggelam seakan bumi ingin menahannya.
Tiba-tiba, dari balik gelombang muncul siluet. Seorang perempuan dengan kebaya hijau mengilap, berjalan di atas air.
“Kau datang mengenakan warnaku. Kau memanggilku tanpa sadar.”
Suara itu seperti gumaman ribuan ombak, halus tapi menggema dalam kepala Sari.
“Siapa kau…?” Suara Sari tercekat.
Perempuan itu mendekat. Wajahnya tak manusiawi indah, agung, dan dingin bagai batu karang di musim hujan.
Rambutnya mengambang meski angin tak bertiup. Ia tak berjalan ia melayang.
“Aku adalah penjaga batas. Antara dunia manusia dan dunia yang tak ingin kau tahu.”
3. Tawaran Lautan
“Aku ingin Nila!” teriak Sari.
Sang Ratu Laut menatapnya dalam. Mata seperti pusaran air pasang.
“Nila datang kepadaku dengan hati yang remuk. Dunia kalian terlalu kejam. Aku menawarinya kedamaian.”
Sari menggeleng, air mata mengalir.
“Bawa aku ke dia. Sekali saja.”
Perempuan itu mengangkat tangan. Laut terbuka. Dari dalamnya, Nila muncul. Wajahnya pucat, matanya kosong, tapi senyumnya damai.
“Kakak… kau datang?”
Sari melangkah, tapi sang Ratu menghalanginya.
“Jika kau melewati batas ini, kau tak bisa kembali.”
Sari terdiam. Hatinya remuk. Tapi saat ia menatap mata Nila, sebuah isyarat muncul di balik ketenangan adiknya, ada jeritan yang tak terdengar. Nila ingin pulang.
“Ambil aku. Gantikan dia,” ucap Sari lirih.
Sang Ratu tersenyum. Wajahnya berubah sejenak lebih gelap, lebih menyeramkan. Seperti laut saat badai.
“Harga yang adil.”
Dengan satu sentakan ombak, tubuh Sari ditarik ke laut. Jeritannya hilang dalam hempasan gelombang.
Nila roboh di pasir. Basah, lelah, dan hidup.
4. Kembali Tanpa Nama
Matahari terbit. Warga pantai menemukan gadis muda tergeletak, mengenakan gaun hijau basah, bibir membiru tapi bernapas.
Ia tak tahu siapa namanya. Tapi di tangannya tergenggam kancing baju dengan inisial “S”.
Mbah Samin, sang juru kunci pantai, hanya menunduk saat mendengarnya.
“Laut tak pernah mengambil tanpa alasan. Dan kadang… ia mengembalikan apa yang tak kita minta.”
Catatan Masyarakat Parangtritis:
Warga percaya, malam Jumat Kliwon adalah waktu ketika gerbang gaib Laut Selatan terbuka.
Banyak yang mengaku melihat penampakan perempuan berkebaya hijau di tengah laut, atau mendengar suara gamelan dari dalam ombak.
Ritual larung sesaji rutin dilakukan untuk menghormati sang Ratu Laut.
Sebagian bahkan percaya, orang-orang yang hilang secara misterius di pantai adalah mereka yang memilih untuk tinggal di alam lain. Di sisi Nyi Roro Kidul.
Cerita ini bukan sekadar legenda, tapi kisah yang hidup dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi. Mungkin benar, mungkin tidak. Tapi satu pesan jelas mengendap:
Jangan pernah main-main dengan laut. Apalagi kalau kau sedang patah hati dan melanggar larangan dengan memakai baju warna hijau.
Penulis : Ivan