PRABA INSIGHT- Seorang pengusaha penggilingan padi di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Rohmat Ngadio (55), ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Pekalongan. Penetapan status hukum itu menuai sorotan setelah kuasa hukumnya menyebut kliennya sempat diminta membayar uang damai senilai Rp120 juta dalam proses mediasi di kantor polisi.
“Klien saya hanya diam saat dimintai uang sebesar Rp120 juta, karena takut salah bicara. Saat itu dia berada di ruang Kapolsek bersama pelapor,” ujar Muhammad Zaenuddin, kuasa hukum Rohmat, dalam keterangannya pada Rabu, 25 Juni 2025.
Kasus bermula saat halaman penggilingan padi milik Rohmat di Desa Sembungjambu, Kecamatan Bojong, digunakan untuk panggung hiburan musik dangdut pada 2 April 2025. Panggung itu didirikan atas permintaan warga, tanpa izin resmi kepada pemilik lahan. Rohmat, menurut pengacaranya, tak mempersoalkan karena lokasi lain dianggap tak memungkinkan.
Namun, dua pekan pasca acara, panggung tak kunjung dibongkar. Bahkan sebagian rangka besi ambruk dihantam hujan dan angin. Karena mengganggu aktivitas penggilingan padi, Rohmat dan warga akhirnya membersihkan potongan besi yang berserakan.
“Potongan besi itu kemudian dijual ke pengepul seharga Rp3,6 juta dan hasilnya dimasukkan ke kas musala untuk dikelola warga,” kata Zaenuddin.
Belakangan, pemilik panggung merasa kehilangan besi panggung dan melaporkannya ke Polsek Bojong pada 18 April 2025. Sebelumnya, mediasi sempat digelar dan disepakati bahwa barang yang diklaim hilang akan dikembalikan. Bahkan, barang sudah ditebus dari pengepul dan dititipkan ke polisi pada 22 April 2025.
“Klien saya sudah memenuhi kesepakatan. Tapi anehnya, satu bulan kemudian malah dikirimi surat pemanggilan sebagai saksi untuk BAP tambahan, lalu langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan,” jelasnya.
Zaenuddin menyebut kliennya sempat ditahan terlebih dulu pada Senin, 23 Juni 2025 pukul 16.30 WIB dan baru keesokan harinya menerima surat resmi penahanan. Ia menilai proses tersebut cacat hukum karena kliennya tak pernah menerima SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) sebagaimana mestinya.
“Sampai saat ini belum ada SPDP yang kami terima. Kami juga sudah ajukan penangguhan penahanan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyayangkan proses mediasi yang justru berujung pada tekanan agar kliennya membayar uang damai. “Bahasanya jelas, kalau tak bayar Rp120 juta, ya kasus lanjut. Kalau bisa bayar, perkara selesai. Ini seperti pemaksaan,” imbuhnya.
Zaenuddin menilai seharusnya perkara ini dapat diselesaikan secara Restorative Justice (RJ), sebab semua unsur telah terpenuhi: kerugian telah diganti dan para pihak telah dimediasi. Namun, menurutnya, pendekatan hukum yang seharusnya restoratif malah bergeser menjadi represif.
Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pekalongan, AKP Danang Sri Wiratno, membenarkan penetapan Rohmat sebagai tersangka. Ia menyatakan belum ada permohonan RJ maupun penangguhan penahanan yang diterima pihaknya.
“Benar, baru kemarin ditahan dan sudah ditetapkan tersangka. Soal RJ, sejauh ini tidak ada pengajuan,” ujar Danang saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Danang juga menyebut tidak menerima kabar soal upaya penangguhan penahanan dari pihak keluarga maupun kuasa hukum tersangka. “Saya sedang di Semarang, sejauh ini belum ada kabar dari Bojong,” ujarnya singkat.
Penulis : Deny Darmono | Editor: Irfan