PRABA INSIGHT – PALEMBANG – Kasus pembunuhan keji di sebuah hotel di Palembang akhirnya menutup babaknya dengan pengakuan yang membuat bulu kuduk berdiri.
Bukan soal bagaimana korban dibunuh, tapi tentang apa yang terjadi setelahnya.
F (22), pria yang menghabisi nyawa Anti Puspita Sari (AP) seorang wanita hamil kini mengaku hidupnya tak pernah benar-benar bebas, bahkan setelah ditangkap polisi.
Ia mengatakan, sejak malam pembunuhan itu, ada “seseorang” yang terus datang mencarinya.
Pengakuan Mistis di Balik Jeruji
Di hadapan penyidik, F bercerita bahwa sejak kejadian di hotel itu, malam-malamnya selalu dihantui oleh sosok perempuan berbaju putih dengan rambut panjang terurai.
Yang membuat pengakuan itu makin mencekam, sosok tersebut disebut sedang menggendong bayi.
Menurut F, hantu itu tak sekadar datang untuk menakuti.
Ia “berbicara” padanya memberikan perintah yang aneh tapi terasa begitu nyata.
Mulai dari:
- memintanya pergi berziarah ke makam korban,
- memintanya menemui keluarga korban untuk meminta maaf,
- bahkan memintanya untuk mengelus perut korban, seolah bayi dalam kandungan itu masih menunggu disentuh oleh ayah yang tak pernah sempat lahir ke dunia.
Bagi penyidik, pengakuan itu mungkin terdengar seperti halusinasi.
Tapi bagi F, yang kini duduk di balik jeruji, itu adalah realitas yang lebih nyata dari dinginnya sel tempat ia tidur.
Motif Sepele Berujung Maut
Direktur Reskrimum Polda Sumsel, Kombes Pol Johannes Bangun, membenarkan bahwa motif di balik kejahatan ini sangat sepele, bahkan ironis.
F mengenal AP melalui sebuah grup “Open BO” di media sosial.
Mereka sepakat untuk bertemu dengan tarif Rp300 ribu untuk dua kali berhubungan.
Namun setelah sesi pertama, AP menolak permintaan kedua dan meminta F keluar dari kamar.
Penolakan sederhana itu membuat F kalap.
Dalam kemarahan dan rasa tersinggungnya, ia membekap korban hingga tewas sebelum memperkosanya dalam kondisi tak bernyawa.
Sebuah tindakan yang menggambarkan betapa tipisnya jarak antara manusia dan monster ketika emosi mengambil alih logika.
Berusaha Menghapus Jejak, Tapi Tak Bisa Menghapus Dosa
Setelah memastikan korban tak bernyawa, F mencoba menutupi jejaknya dengan cara paling dingin yang bisa dibayangkan.
Ia membawa kabur ponsel dan sepeda motor korban.
“Saya gak jual, Pak. Saya pakai buat melarikan diri. Handphone-nya saya buang ke sungai,” ujarnya kepada penyidik.
Motor korban ia sembunyikan di gudang, pelat nomornya dilepas, seolah benda itu bisa menghapus fakta bahwa nyawa seseorang sudah ia renggut.
Namun, sepandai-pandainya berlari dari polisi, rupanya F tak pernah bisa kabur dari yang tak kasatmata.
Ia mengaku setiap malam masih mendengar suara tangisan perempuan dan bayi.
Dan di dalam sel, ketakutan itu jauh lebih sunyi dan menusuk daripada suara borgol yang mengikat tangannya.
Antara Hukuman Dunia dan Teror Akhirat
Kini, F harus menghadapi dua hukuman sekaligus:
yang satu di dunia nyata ancaman penjara seumur hidup atau bahkan pidana mati,
dan yang satu lagi, dari dunia yang mungkin tak bisa ia lihat, tapi terus menghantui setiap helaan napasnya.
Reporter : Ris Tanto