PRABA INSIGHT-Di tengah panasnya konflik di Gaza, ada kabar cukup mengejutkan datang dari Jakarta. Bukan soal harga cabai yang makin nggak masuk akal atau sinetron yang episodenya nggak abis-abis, tapi soal rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto yang menyatakan bahwa Indonesia siap mengevakuasi 1.000 warga Palestina dari Jalur Gaza.
Iya, kamu nggak salah baca. Seribu orang. Bukan seribu nasi bungkus atau seribu like di Instagram. Seribu manusia yang sekarang hidup dalam situasi yang, kalau boleh jujur, lebih buruk dari drama kolosal Indosiar.
Prabowo bilang ini bukan karena Indonesia pengen viral atau cari perhatian dunia. Tapi karena kemanusiaan. Titik.
“Indonesia siap menerima hingga seribu warga Palestina untuk dibawa keluar dari Gaza, terutama yang luka-luka, perempuan, anak-anak, dan mereka yang membutuhkan perawatan darurat. Kita lakukan ini murni atas dasar kemanusiaan,” kata Prabowo, dalam keterangan resminya (08/04).
Dari Gaza ke Indonesia: Bukan Liburan, tapi Bertahan Hidup
Bayangkan, dari Gaza yang tiap hari dihujani rudal, pindah ke Indonesia yang juga penuh kejutan, tapi dalam bentuk beda: macet, netizen galak, dan harga beras yang naik turun seperti roller coaster. Tapi ya, setidaknya di sini mereka bisa sembuh. Bisa bernapas. Bisa hidup.
Prabowo juga menyebut bahwa Indonesia siap menyiapkan tempat tinggal sementara, pengobatan, dan semua kebutuhan dasar buat para pengungsi itu. Dan kalau situasi di Gaza udah aman, ya mereka boleh pulang. Kalau belum aman? Ya ngendon dulu di sini, sambil ngopi mungkin.
“Begitu mereka dievakuasi, mereka akan kita rawat, kita jaga, dan bila situasi memungkinkan, kita bantu mereka kembali ke tanah air mereka,” tambah Prabowo.
Netizen: “Bagus sih… Tapi…”
Tentu saja, langkah ini bikin geger medsos. Ada yang terharu dan bilang Indonesia akhirnya benar-benar jadi “ibu pertiwi” bukan cuma buat rakyatnya, tapi buat semua yang butuh perlindungan. Tapi ada juga yang nyinyir: “Rakyat sendiri aja belum kelar urusannya, Pak.”
Pertanyaan itu sah-sah aja. Tapi ya, hidup kan nggak melulu soal “kita duluan.” Kadang, berbagi di saat kita sendiri belum sepenuhnya beres juga bisa jadi bentuk solidaritas paling jujur. Kaya temen kosan yang cuma punya dua mi instan, tapi rela bagi satu buat kamu.
Antara Diplomasi, Citra, dan Kemanusiaan
Bagi yang melek politik luar negeri, langkah ini bukan cuma soal nurani. Ini juga soal posisi. Indonesia sedang menunjukkan bahwa dia bukan cuma negara berkembang yang suka makan gorengan. Tapi juga negara yang bisa bertindak, bukan cuma berdiplomasi lewat pidato dan kutipan Al-Fatihah.
Dan mungkin, buat Prabowo sendiri, ini semacam salam pembuka sebelum resmi dilantik. Salam ala militer: bukan kata-kata manis, tapi tindakan nyata.