PRABA INSIGHT- Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung sedang semangat jadi “abang sedekah” transportasi.
Demi mengurai kemacetan ibukota yang makin mirip parade motor gede tiap pagi, dia niat ngasih subsidi transportasi buat warga-warga di luar Jakarta termasuk Bogor, Bekasi, dan Depok.
Tapi, waktu ngajak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi buat patungan, jawabannya bikin Pramono mungkin mikir dua kali.
“Kalau urgensinya jelas, kami nggak masalah. Tapi kalau nggak terlalu genting, mending duitnya dipakai buat hal yang lebih mendasar,” ujar Dedi santai, seperti biasa pakai logika wong desa.
Kalau Jakarta sibuk ngomongin Transjakarta, Jabar masih sibuk mikirin jalan desa yang kalau hujan berubah jadi kolam lele.
Dedi nggak mau gegabah nyubsidi moda transportasi urban, sementara warganya di desa masih harus naik ojek bonceng tiga buat ke sekolah.
“Jakarta mungkin butuh Transjakarta, tapi Jabar itu isinya desa. Masalah kami beda,” lanjutnya, di acara di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Dedi lebih milih nyiapin bus sekolah ketimbang kasih subsidi buat orang dewasa yang kerja ke Jakarta.
Alasannya simpel: anak-anak lebih butuh transportasi daripada bapak-bapak yang masih bisa nebeng truk pasir.
“Saya mikir ke depan, anak-anak jangan naik motor ke sekolah. Kita siapkan bus sekolah,” tegasnya.
Pramono: “Tenang, Warga Penyangga Mau Saya Gratiskan!”
Sementara itu, Pramono malah sudah pasang ancang-ancang bikin rute baru Transjabodetabek.
Lima sudah jalan: dari Blok M ke Alam Sutera, PIK, Bogor, sampai Bekasi. Lima lagi akan menyusul. Targetnya jelas: bikin warga penyangga naik bus, bukan mobil pribadi.
“Pemecah macet di Jakarta bukan nambah armada, tapi nambah rute keluar kota,” katanya.
Biar makin manjur, 15 golongan warga bakal digratiskan naik Transjabodetabek.
Daftarnya panjang, dari PNS, guru PAUD, pemilik KJP, lansia, disabilitas, sampe veteran dan TNI/Polri. Istilahnya, asal kamu punya kartu ajaib, bisa naik gratisan sampai Jakarta.
“Warga Bekasi, Depok, Cianjur, Tangerang, dan sekitarnya juga akan kami gratiskan,” janji Pramono.
Subsidi ini tentu bukan sulap. Dananya diambil dari dua jurus pamungkas: naikkan tarif parkir dan terapkan jalan berbayar alias ERP (Electronic Road Pricing).
Jadi, kalau kamu merasa parkir makin mahal dan jalanan ada alat pemindai aneh, ya itu dia: subsidi orang lain yang nikmatin.
“(Tarif) parkir pasti akan saya naikkan. ERP sepenuhnya buat subsidi warga luar Jakarta,” kata Pramono, mantap.
Rakyat Butuh Transportasi, Pemimpinnya Butuh Satu Frekuensi
Wacana subsidi Transjabodetabek ini memang terkesan mulia, tapi realitasnya beda tipis sama ngajak patungan arisan: ada yang langsung setuju, ada yang ngeles demi kebutuhan internal.
Pramono sudah siap turun tangan, Dedi masih ngitung beras dan sepatu anak sekolah.
Mungkin keduanya benar. Tapi kalau tak pernah satu frekuensi, jangan-jangan warga penyangga malah terus-terusan terjepit di tengah: kerja di Jakarta, tinggal di Jabar, disubsidi cuma oleh harapan.
Penulis : Alma Khairunnisa| Editor: Ivan