PRABA INSIGHT- Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, kembali dibuat naik pitam. Bukan karena jalan berlubang atau lampu merah mati.
Tapi karena temuan absurd dalam belanja APBD. Setelah sebelumnya viral soal tusuk gigi Rp 100 juta, kini muncul lagi daftar belanja ajaib: kue tar jumbo dan busi racing. Ya, Anda tidak salah baca busi racing.
Dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RPJMD 2025-2029 dan Rapat Kerja Perangkat Daerah (RPKD) yang digelar Senin (5/5) lalu, Bobby curhat sambil menyindir.
Ia seakan tak habis pikir dengan logika OPD yang doyan belanja barang-barang yang “nggak nyambung” dengan tugas dan fungsi mereka.
“OPD, tolong ya, jangan buat anggaran yang aneh-aneh lagi. Cukup tusuk gigi, busi racing … ada busi racing. Di dinas apa busi racing itu ya? Dinas Sosial,” kata Bobby sambil geleng-geleng kepala.
Bayangkan, Dinas Sosial yang seharusnya ngurusin bansos dan kesejahteraan masyarakat malah ngajuin anggaran busi racing.
Mau balapan bareng anak-anak motor? Atau bikin kejuaraan drag race antar pegawai? Entahlah.
Tak cukup sampai di situ, Bobby juga mengungkap temuan anggaran kue tar ukuran 60 x 40 cm sebanyak 15 buah, dengan nilai fantastis: Rp 48,7 juta. Kalau dibagi rata, satu kue harganya sekitar Rp 3,2 juta. Ini kue atau down payment motor listrik?
Bobby lantas meminta semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk berhenti bermain-main dengan anggaran negara. Apalagi anggaran yang bersumber dari APBD, yang notabene adalah uang rakyat.
“Kalau ada anggaran aneh dan belum dieksekusi, langsung coret. Jangan sok kreatif tapi nggak nyambung dengan visi-misi pembangunan,” tegas Bobby.
Ia menegaskan bahwa ke depan, semua anggaran harus sesuai dengan program PHTC (Program Hasil Terbaik Cepat) yang diusung Presiden dan Gubernur.
Barang-barang ‘ajaib’ seperti tusuk gigi berjuta-juta, busi racing, dan kue selebar meja rapat harus dilenyapkan dari dokumen perencanaan anggaran.
Fenomena ini bukan sekadar soal anggaran nyeleneh. Tapi juga soal cara pikir birokrasi yang kadang terlalu kreatif tanpa logika.
Di tengah kebutuhan mendesak rakyat, anggaran justru lari ke hal-hal yang tidak relevan.
Bobby, sebagai pemimpin daerah, tampaknya sedang berjuang melawan kultur belanja “asal-asalan” yang diwarisi dari masa lalu.
Kalau Dinas Sosial saja sudah mikir beli busi racing, jangan heran kalau program kesejahteraan malah ngebut ke arah yang salah.
Dan kalau kue Rp 3 juta jadi standar jamuan, ya siap-siap kita makan nasi dengan kuah anggaran defisit.