PRABA INSIGHT – Hari ini, Senin (5/5/2025), Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal pertama 2025. Tapi jangan terlalu berharap muluk-muluk, ya. Soalnya, tanda-tandanya sih ekonomi kita kayak lagi setengah hati: tumbuh, tapi enggak kenceng-kenceng amat.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 lembaga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,94 persen secara tahunan (year-on-year). Bahkan kalau dilihat dari kuartal sebelumnya, malah minus 0,9 persen. Jadi ya, kalau dipaksain biar kelihatan 5 persen, itu paling juga gara-gara pembulatan angka ala-ala anak SMA yang males hitung desimal.
“Kalau pake logika matematika, bisa aja dibuletin jadi 5 persen,” kata pejabat di Kemenko Perekonomian, Jumat (2/5/2025), sambil mungkin dalam hati berharap wartawan enggak tanya lebih lanjut.
Nah, kalau kamu pikir lesunya pertumbuhan ekonomi ini cuma teori makroekonomi yang enggak nyambung sama hidup sehari-hari, tunggu dulu. Coba tengok penjualan mobil nasional.
Setelah sempat naik daun di Februari 2025, penjualan mobil nasional langsung ngerem di Maret. Berdasarkan data dari Astra Internasional dan GAIKINDO, jumlah mobil yang laku di Maret cuma 70.892 unit, turun 1,99 persen dibanding Februari yang mencapai 72.336 unit. Dibanding tahun lalu lebih parah lagi: selisihnya 3.828 unit, alias turun 5,12 persen dari Maret 2024.
Kalau dijumlah total sepanjang Januari–Maret 2025, penjualan mobil mencapai 205.160 unit. Itu berarti anjlok 3,66 persen dari periode yang sama tahun lalu. Padahal Februari sempat bikin optimis, dengan lonjakan 16,73 persen dari Januari. Tapi ya itu tadi, mungkin cuma angin lalu.
Menurut pengamat otomotif Yannes Pasaribu, sinyal-sinyal pelemahan ekonomi ini sudah terasa sejak musim mudik Lebaran. Jumlah pemudik tahun ini turun sampai 24,34 persen dibanding 2024. Artinya? Orang Indonesia makin mikir dua kali buat keluar duit.
“Indeks Keyakinan Konsumen juga terus turun, dan kita sudah ngalamin deflasi beruntun. Ini tanda bahwa masyarakat makin hati-hati dalam belanja, apalagi buat kebutuhan mahal kayak beli mobil,” ujar Yannes.
Ia menambahkan, pembelian mobil—yang notabene kebutuhan tersier—kemungkinan besar ditunda. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang makin enggak pasti, ditambah kabar PHK di mana-mana.
“Orang sekarang lebih milih buat nabung, bayar utang, atau memenuhi kebutuhan primer dulu. Mobil? Nanti aja deh, tunggu ekonomi stabil,” tuturnya, dengan nada realistis yang menyayat.
Jadi, kalau kamu merasa akhir-akhir ini kantong makin ketat dan rencana beli mobil tinggal kenangan, tenang, kamu enggak sendirian. Ekonomi kita lagi masuk fase “nanggung”: belum ambruk, tapi juga belum bisa joget.