PRABA INSIGHT – Jakarta – Kalau ngomongin Polri, biasanya publik cepat banget ingat yang buruk-buruk. Apalagi setelah tragedi Agustus 2025, saat seorang driver ojek online meninggal dunia di tengah aksi massa. Peristiwa itu memang bikin luka. Tapi, menurut R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, bangsa ini jangan gampang amnesia.
“Yang cuma ingat satu tragedi lalu melupakan ratusan jasa Polri, itu sama aja merusak akal sehat bangsa,” kata Haidar di Jakarta, Minggu (21/9/2025).
Haidar tegas: kritik boleh, koreksi wajib, tapi lupa sama jasa aparat? Itu namanya bangsa yang kehilangan adab pada pilar rumahnya sendiri.
Tragedi vs Ribuan Pengorbanan
Tragedi memang bikin sedih, tapi jangan lupa ada ribuan polisi yang berjaga siang malam biar aksi-aksi massa nggak berubah jadi kerusuhan ala film dystopia. Menurut Haidar, tanpa pengamanan ketat, demo waktu itu bisa bikin legitimasi Presiden Prabowo Subianto ketar-ketir.
“Apakah pantas ribuan anggota Polri yang mempertaruhkan nyawa demi negara dihapus begitu saja hanya karena satu narasi sepihak?” tanya Haidar, sambil menambahkan kalau itu sama saja dengan menutup kebenaran dan memelihara fitnah.
Polri, Sang Penjaga yang Jarang Dapat Tepuk Tangan
Haidar lalu mengingatkan sederet jasa Polri yang jarang masuk headline. Demokrasi misalnya. Dari jaga logistik suara, amankan TPS, sampai kawal rekapitulasi, semua dilakukan Polri. Kalau mereka nggak ada, bisa-bisa pesta demokrasi berubah jadi pesta pora.
Belum lagi Densus 88 yang sudah menggagalkan ratusan rencana teror. Bayangin kalau semua itu lolos? Ribuan nyawa bisa melayang. Tapi sayangnya, jasa semacam itu jarang dipuji—karena yang lebih laku di timeline biasanya drama “polisi salah tangkap” atau “polisi salah prosedur.”
Polri juga ikut bongkar kejahatan kelas kakap: narkoba lintas negara, perdagangan orang, sampai judi online triliunan. Mereka kerja bareng PPATK, OJK, dan Kominfo buat mutusin aliran duit haram. Nah, yang begini jarang jadi bahan gosip di warung kopi.
Dalam hal kemanusiaan, Polri juga nggak absen. Dari Unit PPA yang dampingi korban kekerasan perempuan dan anak, sampai barisan aparat yang turun langsung waktu bencana alam: angkat korban, amankan jalur logistik, dan bikin situasi nggak tambah chaos.
Jangan lupa, Polri juga doyan inovasi: SIM online, SKCK online, SPKT digital, ETLE, bahkan kanal aduan aplikasi. Di desa-desa, ada bhabinkamtibmas yang jadi mediator konflik, pembina pemuda, sekaligus teman ngobrol emak-emak soal UMKM.
Presisi: Dari Jargon ke Aksi
Haidar menilai era Jenderal Listyo Sigit Prabowo menghadirkan babak baru lewat konsep Presisi: prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Bukan cuma jargon, tapi reformasi yang bisa dirasakan: layanan makin cepat, penegakan hukum makin digital, dan perkara makin transparan.
“Polri bisa profesional sekaligus humanis. Itu bukti mereka berbenah, bukan sekadar jalan di tempat,” kata Haidar.
Intinya, kata dia, bangsa yang adil adalah bangsa yang bisa menyeimbangkan kritik dengan apresiasi. Jangan kebanyakan marah, tapi pelit pujian.
“Menolak lupa jasa Polri berarti menjaga kewarasan bangsa. Kalau terus menghapus pengorbanan mereka, sama saja kita sedang merobohkan pilar rumah kita sendiri,” tutup Haidar.