Menu

Mode Gelap
Masyarakat Timur Desak Mensos dan Menbud Dicopot atas Gagalnya Tetapkan AM Sangadji sebagai Pahlawan Nasional ASN Kepahiang Dipecat Gara-Gara Injak Al-Qur’an, Padahal Katanya Cuma Buku Yasin 5 Alasan Media Online Masih Jadi Senjata Andalan Brand di Era Scroll Cepat dan Hoaks Lebih Cepat BGN Siapkan Rp29,5 Triliun untuk Program Makan Bergizi Gratis: Anggaran Jumbo Demi Perut Kenyang Anak Negeri ASUS Prime AP303: Casing 44 Liter yang Bisa Menampung Ambisi (dan RTX 5090) Tol Trans-Sumatra: Jalan Panjang Menuju Mimpi yang (Akhirnya) Bisa Dilewati

News

Prof Suparji: Penegakan Hukum oleh Polri Adalah Wujud Negara yang Berdaulat

badge-check


					Menurut Prof. Suparji Ahmad, tindakan Polri menangkap aktivis dapat dibenarkan secara hukum bila sesuai prosedur yang berlaku.(Foto: Istimewa) Perbesar

Menurut Prof. Suparji Ahmad, tindakan Polri menangkap aktivis dapat dibenarkan secara hukum bila sesuai prosedur yang berlaku.(Foto: Istimewa)

PRABA INSIGHT – JAKARTA – Pakar Hukum Pidana dan Guru Besar Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H. mengingatkan bahwa penangkapan terhadap aktivis mahasiswa yang marak terjadi belakangan ini tidak boleh keluar dari koridor hukum.

“Iya, harus sesuai dengan aturan hukum, karena segala proses penangkapan ataupun penahanan terhadap aktivis jangan keluar dari proses dan prosedur hukum yang berlaku,” kata Prof Suparji saat diwawancara awak media, Jumat (10/10/2025).

Prof Suparji mengingatkan bahwa prosedur hukum untuk sampai pada penahanan tentunya tidak sembarangan. Harus ada cukup alasan secara formal hukum, dan tentunya pemenuhan hak-hak warga negara.

“Kalau ada penangkapan, kemudian ada cukup alasan untuk penangguhan penahanan, ya harus ditangguhkan.
Itu harus dilihat secara objektif bahwa ketika cukup alasan penangguhan, ya harus ditangguhkan. Itu pertama.” jelasnya.

Kedua, lanjut Prof Suparji, kalau ada yang keberatan terhadap prosedur penanganan hukum, dalam hal ini penangkapan terhadap para aktivis, ya perlu diuji melalui mekanisme pra-peradilan. Itu mekanisme hukum yang sah berlaku.

“Dalam proses pra-peradilan ini, maka akan diuji apakah penangkapan dan penahanan aktivis sudah benar atau belum. Harus diuji secara sungguh-sungguh melalui forum pra-peradilan,” lanjutnya.

Atau ketiga, ketika tidak cukup alat bukti dalam proses pra-peradilan, Prof Suparji menilai aktivis itu harus dibebaskan.

“Kalau tak cukup alat bukti ya bisa SP 3. Dibebaskan dari segala tuntutan. Hal ini bisa dilakukan karena itu bukan pidana,” jelasnya.

Ketika ditanya, apakah penangkapan para aktivis yang kritis terhadap polisi itu dibenarkan?

Prof Suparji menjawab bahwa Polri tidak bisa memandang protes publik ataupun ketidakpuasan publik pada Polisi sebagai sesuatu yang negatif, lalu direspon dengan represif.

“Menurut saya, protes publik atau apa pun itu tidak bisa dikualifikasi sebagai apatisme terhadap Polri. Tapi atensi dan warning kepada Polri agar bekerja secara profesional, proporsional, dan sesuai prosedur,” tandasnya.

Jika ada kritik, saran, dan masukan dari masyarakat, Prof Suparji menyarankan agar Polri bisa melihat hal itu dengan bijak, karena kritik itu harus dilihat sebagai atensi untuk perbaikan kinerja.

“Kalau sudah melangkah ya dipertangungjawabkan. Kalau ada prosedur pra-peradilan ya pertanggungjawaban di sana. Karena harus ada kepastian hukum,” tegasnya.

Terkait Reformasi Polri, Prof Suparji mengaku optimis hal itu bisa dilakukan. Karena polri memang harus berbenah dan reformasi Polri sudah menjadi tuntutan publik yang tidak bisa diabaikan.

“Reformasi terhadap Polri, saya optimism dan kita harus optimis, karena itu jadi tuntutan publik. Tak bisa main-main apalagi menganggap gampang persoalan. Karena ini gerakan publik,” tukas Prof Suparji.

Ia pun menilai Polri harus berbenah, dan saat ini momentum untuk melakukan pembenahan itu. “Polri terus berbenah. Siapa pun harus berbenah untuk lebih baik,” tuntas Prof Suparji. (Van)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Masyarakat Timur Desak Mensos dan Menbud Dicopot atas Gagalnya Tetapkan AM Sangadji sebagai Pahlawan Nasional

13 November 2025 - 08:22 WIB

BGN Siapkan Rp29,5 Triliun untuk Program Makan Bergizi Gratis: Anggaran Jumbo Demi Perut Kenyang Anak Negeri

12 November 2025 - 07:20 WIB

Empat ASN BNN Gugat Kepala BNN: “Dimutasi Tanpa Dasar Hukum yang Jelas”

11 November 2025 - 11:09 WIB

Mengenal Marsinah, Buruh Perempuan dari Nganjuk yang Kini Jadi Pahlawan Nasional

10 November 2025 - 13:39 WIB

Abdul Muthalib Sangadji Gagal Jadi Pahlawan Nasional, Publik Timur Kecewa: Pemerintah Diminta Jelaskan Kriteria Penilaian

10 November 2025 - 10:08 WIB

Trending di News