Menu

Mode Gelap
“Sejarah Tahun Baru Islam: Dari Umar bin Khattab, Bid’ah, Berkah, dan Caption Galau Hijrah” Curhat ke Damkar karena Polisi Sibuk? Kisah Ibu Muda Bekasi yang Lapor KDRT ke Pemadam Kebakaran “Pak Prabowo, Saatnya Cabut Kabel Sistem Lama: Jangan Biarkan Indonesia Jadi Negara Kaya Rasa Miskin” Nggak Cuma Gaya, Sepatu ASICS Ini Bikin Mental Nggak Ambyar di Paris Fashion Week 2025 Dituduh Curi Besi Bekas Panggung, Pengusaha Pekalongan Ditahan Setelah Menolak Uang Damai Rp120 Juta Tanda Tangan Dipalsukan, Saham Dialihkan, Polisi Bilang: Itu Cuma Urusan Suami-Istri

Prabers

“Sejarah Tahun Baru Islam: Dari Umar bin Khattab, Bid’ah, Berkah, dan Caption Galau Hijrah”

badge-check


					Foto ilustrasi ucapan Tahun Baru Islam (Ist) Perbesar

Foto ilustrasi ucapan Tahun Baru Islam (Ist)

PRABA INSIGHT- Merayakan Tahun Baru Islam: Antara yang Serius, yang Syubhat, dan yang Cuma Pindah Wallpaper WA

1 Muharam datang. Ada yang tiba-tiba jadi alim dadakan, upload kaligrafi ke IG Story sambil caption: “Semoga tahun ini lebih hijrah dari tahun lalu”.

Ada juga yang masih bingung: “Emang boleh ya ngerayain tahun baru Islam? Bukannya itu kayak natalan versi Islam?”

Yang lebih lucu lagi: ada yang ngerayain tahun baru Islam… dengan live dangdutan syariah. Nggak maksiat sih, tapi vibe-nya agak seperti acara resepsi yang gagal move on.

Padahal, kalau kita bongkar sejarah dan hukum-hukumnya, Tahun Baru Islam bukan cuma soal “ganti angka di kalender” atau “buat spanduk selamat tahun baru dari RT 04 RW 05”.

Sejarahnya Nggak Main-Main: Ini Bukan Kalender Warteg

Jangan salah sangka, kalender Hijriah itu bukan hasil polling netizen Arab. Ia lahir dari sebuah kebutuhan serius di zaman Umar bin Khattab: biar surat kenegaraan nggak bikin bingung staf TU Kekhalifahan.

Akhirnya Umar bin Khattab dan para sahabat senior kayak Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan mengadakan musyawarah besar (semacam Rakernas, tapi versi langitan). Mereka sepakat:

Tahun 1 Hijriah = tahun Nabi Muhammad hijrah ke Madinah (622 M)

Bulan pertama: Muharam, karena lebih logis buat mulai tahun baru

FYI, hijrahnya sendiri terjadi di bulan Rabiul Awal. Tapi karena orang Arab zaman dulu suka mutusin hal besar dengan feeling dan kebijaksanaan tradisi, ya udah: hijrah-nya di Rabiul Awal, kalendernya mulai di Muharam.

Sumber: Tarikh al-Tabari, Al-Bidayah wa al-Nihayah, Ensiklopedia Islam Kemenag RI

Pertanyaan Mendasar: Emang Boleh Dirayain?

Nah, masuk ke bagian yang selalu jadi langganan debat tiap 1 Muharam: “Ini perayaan bid’ah nggak sih?”

Jawaban Singkatnya:

Boleh, asal nggak lebay dan nggak ngaco.

Jawaban Panjangnya (berdasarkan sumber-sumber yang valid):

1. Majelis Ulama Indonesia (MUI)

✅ Hukum: Mubah (boleh)

MUI menyatakan, perayaan Tahun Baru Islam itu boleh. Tapi isi acaranya harus bernilai positif: dzikir, pengajian, muhasabah, santunan. Jangan diisi dengan tiup terompet sambil pakai baju koko glow in the dark.

💬 “Boleh-boleh saja, selama bukan sekadar seremoni. Harus jadi momentum perubahan.”

KH. Asrorun Ni’am Sholeh, Komisi Fatwa MUI

📚 Sumber: Republika, Fatwa MUI, 2021

2. Nahdlatul Ulama (NU)

✅ Hukum: Boleh dan dianjurkan secara sosial

NU bilang, Tahun Baru Islam itu bagian dari budaya Islam Nusantara yang baik. Bisa jadi ladang dakwah, sarana tafakur, dan refleksi iman. Yang penting jangan sampai jadi ajang flexing kesalehan.

💬 “Islam tak mengenal perayaan tahun baru, tapi umat Islam boleh mengisinya dengan amal shalih.”

📚 Sumber: NU Online, 2020

3. Ulama Klasik & Kontemporer (Imam Nawawi, Al-Suyuthi, KH Ali Mustafa Yaqub)

✅ Hukum: Boleh, selama niat dan praktiknya tidak melenceng

Para ulama tidak menemukan larangan dalam syariat untuk memperingati pergantian tahun. Tapi tentu, selama isinya bukan konser dangdut berselawat.

📚 Sumber: Kitab al-Majmu’, ceramah-ceramah KH. Ali Mustafa Yaqub

4. Salafi-Wahabi (Albaniy.com, IslamQA)

❌ Hukum: Tidak dianjurkan

Mereka bilang, karena Nabi nggak pernah merayakan Tahun Baru Hijriah, maka kita juga nggak perlu. Takutnya nanti jadi bid’ah. Tapi ini lebih ke tidak disarankan, bukan haram mutlak.

💬 “Setiap amalan yang tidak kami contohkan, maka itu tertolak.” narasi umum yang biasa dipakai

📚 Sumber: Islamweb, Albaniy.com

Jadi Gimana? Rayain Apa Nggak?

Kalau kamu ikut perayaan Tahun Baru Islam dengan pengajian, santunan anak yatim, atau dzikir bersama, itu sah-sah aja. Yang penting niatnya bukan cari selfie untuk konten TikTok doang.

Sebaliknya, kalau kamu nggak mau ikut karena prinsip, ya juga nggak masalah. Yang bahaya justru yang ikut-ikutan tapi nggak tahu maknanya. Mirip kayak pakai baju “hijrah squad”, tapi masih sering gibah.

Tahun Baru Islam itu momen. Momen untuk refleksi. Momen untuk sadar bahwa waktu itu berjalan, dan iman kita… kadang jalan di tempat.

Kalau tahun baru Masehi bikin orang niat diet dan nonton kembang api, maka tahun baru Hijriah bisa jadi momen niat tobat dan upgrade takwa.

Jadi, rayakan boleh. Nggak rayakan juga boleh. Yang nggak boleh adalah… terus jadi orang yang sama dan nggak berubah apa-apa.

Ringkasan Hukum Biar Nggak Pusing:

  • MUI Boleh (Mubah) Asal isi acara positif
  • NU Dianjurkan sosial-budaya Jadi ladang dakwah
  • Ulama klasik Boleh Selama tak bertentangan syariat
  • Salafi/Wahabi Tidak disarankan Karena tak ada dalil khusus dari Nabi

 

Penulis : Andi Ramadhan | Editor: Ivan 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

“Pak Prabowo, Saatnya Cabut Kabel Sistem Lama: Jangan Biarkan Indonesia Jadi Negara Kaya Rasa Miskin”

28 Juni 2025 - 08:38 WIB

Hotel Dalam Bayang Efisiensi: Antara Tekanan dan Harapan

27 Juni 2025 - 07:30 WIB

“Tangan Diborgol, Mulut Masih Nyamber: Nikita Mirzani Ditegur Hakim Saat Sidang Dakwaan”

24 Juni 2025 - 07:32 WIB

Inul Ungkap Kondisi Adam Suseno yang Masih Tak Sadar Usai Operasi Kaki Robek

24 Juni 2025 - 06:39 WIB

Sejarah Jurnalis Pertama di Dunia: Dari Tembok Roma ke Halaman Google News

18 Juni 2025 - 05:40 WIB

Trending di Prabers