PRABA INSIGHT – Ada yang bikin heboh dari kampung Cikiwul, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, pasca-Idul Adha.
Bukan soal sapi ngamuk atau kambing kabur saat mau disembelih, tapi karena… warga diminta bayar Rp15 ribu buat tebus sekantong daging kurban.
Yup, betul. Video warga yang harus bayar buat dapetin daging kurban itu viral di media sosial.
Salah satunya diunggah oleh akun Instagram @feedgramindo, lengkap dengan caption pedas yang menyebut, “Jadi teringat preman Cikiwul dulu pakai kacamata.”
Warganet pun langsung bereaksi: kok bisa-bisanya daging kurban yang sejatinya gratis harus ditebus?
Dalam video yang beredar, tampak dua ibu-ibu yang sedang membawa kantong kresek berisi daging.
Saat ditanya perekam video, mereka mengaku bayar Rp45 ribu untuk tiga kantong daging. Artinya, satu kantong dikenai “tiket masuk” seharga Rp15 ribu.
Lalu, muncul klarifikasi dari panitia kurban. Seorang panitia bernama Tarmin angkat suara lewat video yang dibagikan oleh Kapolsek Bantargebang, Kompol Sukadi, pada Minggu (8/6/2025).
Menurut Tarmin, kejadian ini bermula dari niat mulia: membantu para pemulung di wilayahnya agar bisa merasakan daging kurban.
“Awalnya kami belum ada hewan kurban. Saya inisiatif nyari orang yang mau nyumbang, dan alhamdulillah akhirnya dapat tiga ekor sapi. Satu dari hamba Allah, dua lagi hasil patungan saya dan keluarga,” ujar Tarmin.
Masalah muncul karena para donatur cuma ngasih hewan, nggak termasuk biaya operasional.
Nah, dari sinilah muncul ide untuk minta “iuran” Rp15 ribu dari warga penerima daging.
Uangnya dipakai buat biaya motong sapi, upah panitia, sampai konsumsi. Tapi, kata Tarmin, tidak semua orang dimintai uang, hanya yang dianggap mampu.
“Biaya itu hasil kesepakatan bersama teman-teman panitia. Karena motong dan ngurusin sapi itu kerjaan sehari penuh, dan nggak ada dana dari luar selain sapi. Tapi saya tetap minta maaf karena hal ini bikin gaduh,” ucap Tarmin.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf ke semua pihak, dari warga sampai Wali Kota Bekasi. “Niat kami ingin membantu, bukan komersil,” katanya.
Sementara itu, Kapolsek Bantargebang Kompol Sukadi menegaskan bahwa persoalan ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan.
“Sudah musyawarah, semua sudah selesai baik-baik,” ujarnya.
Meski demikian, kasus ini tetap jadi pengingat bahwa dalam semangat berkurban, transparansi dan komunikasi adalah kunci. Apalagi ketika niat baik bisa salah tafsir hanya karena Rp15 ribu.
Kalau kamu pernah punya pengalaman serupa soal pembagian daging kurban, coba deh ceritain di kolom komentar.
Siapa tahu bisa jadi bahan introspeksi bersama, biar tahun depan gak ada lagi “drama daging tebusan.”
Penulis : Andi Ramadhan | Editor : Ivan