PRABA INSIGHT – SURABAYA – Cinta memang banyak bentuknya. Ada yang bikin orang rajin nabung demi nikahin pujaan hati, ada juga yang bikin orang jadi penyair dadakan. Tapi ada juga dan ini yang bikin kita semua merinding cinta yang berubah jadi tragedi dengan aroma darah dan potongan tubuh.
Polres Mojokerto baru saja mengungkap kasus mutilasi paling anyar. Pelakunya, Alvi Maulana (24), anak muda lulusan Teknik Informatika Universitas Trunojoyo Madura yang sehari-hari nyambi jadi ojol. Korbannya, TAS (25), kekasih sekaligus istri sirinya yang juga alumni kampus yang sama.
Keduanya tinggal seatap di kamar kos sederhana di Surabaya sejak April 2025. Dari luar sih, tampak kayak pasangan biasa—sama-sama pegang ijazah S1, sama-sama merantau, sama-sama mencoba bertahan hidup. Tapi siapa sangka, hubungan lima tahun itu berakhir dengan potongan tubuh berserakan.
Dari Kos Surabaya ke Semak Mojokerto
Kasus ini terbongkar bukan karena laporan keluarga, bukan pula karena CCTV. Tapi gara-gara seorang bapak bernama Suliswanto yang cuma mau cari rumput buat pakan ternak, malah ketemu potongan tubuh manusia di semak-semak Pacet-Cangar, Mojokerto.
Bayangkan, niat awal nyari makan sapi, pulangnya malah trauma seumur hidup. Polisi lalu bergerak cepat, dan hasilnya? Ada sekitar 70 potongan tubuh ditemukan di lokasi. Bukan puzzle, bukan patung, tapi manusia.
Identitas korban terungkap lewat alat bernama MAMBIS (Mobile Automated Multi-Biometric Identification System), semacam “shazam untuk sidik jari”. Dari situ diketahui korban adalah TAS. Polisi lalu menggerebek kos pasangan ini di Surabaya, dan makin ngeri: ada lebih dari 100 potongan tubuh di kamar mereka.
Motif: Sakit Hati yang Kebangetan
Menurut pengakuan Alvi, alasan mutilasi ini karena “sakit hati”. Persoalannya, sakit hati yang mana? Apakah karena sering dikunci dari luar? Atau karena ribut-ribut sepele ala pasangan yang belum siap berumah tangga? Polisi masih mendalami.
Tetangga kos sih sering dengar keduanya cekcok. Kadang Alvi pulang malam-malam, pintu dikunci, lalu ribut besar. Tapi ya namanya orang kos, pada malas ikut campur. Maklum, di negeri +62, privasi orang sering dianggap lebih sakral ketimbang nyawa.
Mojokerto dan Kutukan Kasus Mutilasi
Yang bikin makin seram, Pacet-Cangar Mojokerto ini kayak punya “sejarah horor” sendiri. Tahun 2023, di lokasi yang sama ditemukan mayat mahasiswi Universitas Surabaya dalam koper. Tahun 2025 awal, ada juga kasus mutilasi di Kediri, jasadnya disebar di berbagai daerah Jawa Timur.
Entah kebetulan atau tidak, daerah ini seperti “Google Maps” favorit pelaku mutilasi. Hutan, sepi, jauh dari keramaian, cocok buat buang barang bukti dan sayangnya, yang dibuang bukan motor curian, tapi manusia.
Sakit Hati, Psikologi, dan Batas Kewarasan
Menurut Guru Besar Psikologi Universitas Airlangga, Suryanto, sakit hati memang bisa jadi bensin paling murah untuk menggerakkan orang melakukan hal-hal di luar nalar. Campuran cemburu, marah, bosan, dan dendam bisa jebolkan benteng psikologis seseorang.
Tapi, kalau kita renungkan, sakit hati sebenarnya pengalaman semua orang. Bedanya, sebagian besar memilih curhat ke teman, nangis di kasur, atau bikin status galau di medsos. Nah, sebagian kecil yang tragis justru memilih jalan darah.
Kasus Alvi dan TAS ini jelas bukan sekadar “drama pasangan muda”. Ini alarm keras bahwa sakit hati bisa jadi mesin pembunuh kalau tidak dikelola dengan sehat.
Jadi, lain kali kalau dengar orang bilang, “Aku sakit hati banget,” jangan dianggap enteng. Bisa jadi, itu permulaan kisah horor berikutnya. (VAN)